Archives

gravatar

BUMI DAN TATA SURYA

KONSEP DASAR IPA


KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan YME, atas segala rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyusun dan menyelesaikan makalah ini dengan judul “Bumi dan Tata Surya”.
Penyusunan Karya Tulis Ilmiah ini banyak mendapat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak baik berupa saran, motivasi maupun bimbingan, oleh karena itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Sri Mulyaningsih selaku dosen pengampu.
2. Kedua orang tua penulis.
3. Teman-teman yang senantiasa mendukung penulis.
4. Dan pihak – pihak lain yang tidak dapat penulis sebutkan satu – persatu.
Penulis sangat menyadari makalah ini masih jauh dari sempurna, telah dikerjakan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang penulis miliki, karena itulah kritik dan saran yang membangun sangat dibutuhkan penulis agar menjadi lebih baik. Mudah-mudahan makalah ini bermanfaat bagi pembaca.


Semarang, 25 September 2010


penulis






DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.2 Rumusan Masalah
1.3 Tujuan Penulisan
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Asal-usul Tata Surya
2.2 Sejarah Penemuan Tata Surya
2.3 Susunan Tata Surya
BAB III PENUTUP
3.1 Simpulan
3.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
















BAB I
PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Tata Surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi, dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya.
Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet luar, dan di bagian terluar adalah Sabuk Kuiper dan Piringan Terbesar. Enam dari delapan planet dan tiga dari lima planet kerdil itu dikelilingi oleh satelit alami yang biasa disebut dengan bulan. Contoh: Bulan atau satelit alami Bumi. Masing-masing planet bagian luar dikelilingi oleh cincin planet yang terdiri dari debu dan partikel lain.
Itulah sedikit gambaran tentang Tata Surya. Tetapi, Bagaimana Tata Surya bisa berbentuk seperti sekarang? Bagaimana awal mula terbentuknya Tata Surya? Apa yang menarik tentang Tata Surya? Pertanyaan-pertanyaan ini sering muncul di sekitar kita dan saya akan mencoba menjawab lewat makalah ini.
Oleh karena itu, pada kesempatan kali ini penulis membuat makalah yang berjudul “Tata Surya dan Semua Benda Langit yang Terikat dengan Gravitasi” dengan harapan dapat membantu para pembaca.. Dengan adanya makalah ini bukan berarti benda langit hanya itu saja tetapi masih ada banyak lagi yang tidak dapat ditangkap oleh indera manusia sehingga kita harus banyak belajar agar dapat menemukan benda langit yang baru.

2. Rumusan masalah
• Bagaimana asal-usul Tata surya?
• Bagaimana sejarah penemuan Tata surya?
• Bagaimana susunan Tata surya?

3. Tujuan penulisan
• Mengetahui asal-usul Tata Surya
• Mengetahui sejarah Tata Surya
• Mengetahui susunan Tata Surya

























BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Asal-usul Tata Surya
Banyak ahli telah mengemukakan hipotesis tentang asal-usul Tata Surya, diantaranya
• Hipotesis nebula
Hipotesis nebula pertama kali dikemukakan oleh Emanuel Swedenberg(1688-1772)tahun 1734dan disempurnakan oleh Immanuel Kant(1724-1804) pada tahun 1775 Hipotesis serupa juga dikembangkan oleh Pierre Marquis de Laplace secara independen pada tahun 1796. Hipotesis ini, yang lebih dikenal dengan Hipotesis Nebula Kant-Laplace, menyebutkan bahwa pada tahap awal, Tata Surya masih berupa kabut raksasa. Kabut ini terbentuk dari debu, es,dan gas yang disebut nebula, dan unsur gas yang sebagian besar hidrogen. Gaya gravitasi yang dimilikinya menyebabkan kabut itu menyusut dan berputar dengan arah tertentu, suhu kabut memanas, dan akhirnya menjadi bintang raksasa (matahari). Matahari raksasa terus menyusut dan berputar semakin cepat, dan cincin-cincin gas dan es terlontar ke sekeliling matahari. Akibat gaya gravitasi, gas-gas tersebut memadat seiring dengan penurunan suhunya dan membentuk planet dalam dan planet luar. Laplace berpendapat bahwa orbit berbentuk hampir melingkar dari planet-planet merupakan konsekuensi dari pembentukan mereka.
• Hipotesis planetisimal
Hipotesis planetisimal pertama kali dikemukakan oleh Thomas C. Chamberlin dan Forest R. Moulton pada tahun 1900. Hipotesis planetisimal mengatakan bahwa Tata Surya kita terbentuk akibat adanya bintang lain yang lewat cukup dekat dengan matahari, pada masa awal pembentukan matahari. Kedekatan tersebut menyebabkan terjadinya tonjolan pada permukaan matahari, dan bersama proses internal matahari, menarik materi berulang kali dari matahari. Efek gravitasi bintang mengakibatkan terbentuknya dua lengan spiral yang memanjang dari matahari. Sementara sebagian besar materi tertarik kembali, sebagian lain akan tetap di orbit, mendingin dan memadat, dan menjadi benda-benda berukuran kecil yang mereka sebut planetisimal dan beberapa yang besar sebagai protoplanet. Objek-objek tersebut bertabrakan dari waktu ke waktu dan membentuk planet dan bulan, sementara sisa-sisa materi lainnya menjadi komet dan asteroid.
• Hipotesis pasang surut bintang
Hipotesis pasang surut bintang pertama kali dikemukakan oleh James Jeans pada tahun 1917. Planet dianggap terbentuk karena mendekatnya bintang lain kepada matahari. Keadaan yang hampir bertabrakan menyebabkan tertariknya sejumlah besar materi dari matahari dan bintang lain tersebut oleh gaya pasang surut bersama mereka, yang kemudian terkondensasi menjadi planet.Namun astronom Harold Jeffreys tahun 1929 membantah bahwa tabrakan yang sedemikian itu hampir tidak mungkin terjadi. Demikian pula astronom Henry Norris Russell mengemukakan keberatannya atas hipotesis tersebut.
• Hipotesis Kondensasi
Hipotesis kondensasi mulanya dikemukakan oleh astronom Belanda yang bernama G.P. Kuiper (1905-1973) pada tahun 1950. Hipotesis kondensasi menjelaskan bahwa Tata Surya terbentuk dari bola kabut raksasa yang berputar membentuk cakram raksasa.
• Hipotesis Bintang Kembar
Hipotesis bintang kembar awalnya dikemukakan oleh Fred Hoyle (1915-2001) pada tahun 1956. Hipotesis mengemukakan bahwa dahulunya Tata Surya kita berupa dua bintang yang hampir sama ukurannya dan berdekatan yang salah satunya meledak meninggalkan serpihan-serpihan kecil. Serpihan itu terperangkap oleh gravitasi bintang yang tidak meledak dan mulai mengelilinginya.
2.2 Sejarah Tata Surya
Lima planet terdekat ke Matahari selain Bumi (Merkurius, Venus, Mars, Yupiter dan Saturnus) telah dikenal sejak zaman dahulu karena mereka semua bisa dilihat dengan mata telanjang. Banyak bangsa di dunia ini memiliki nama sendiri untuk masing-masing planet. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi pengamatan pada lima abad lalu membawa manusia untuk memahami benda-benda langit terbebas dari selubung mitologi. Galileo Galilei (1564-1642) dengan teleskop refraktornya mampu menjadikan mata manusia "lebih tajam" dalam mengamati benda langit yang tidak bisa diamati melalui mata telanjang. Karena teleskop Galileo bisa mengamati lebih tajam, ia bisa melihat berbagai perubahan bentuk penampakan Venus, seperti Venus Sabit atau Venus Purnama sebagai akibat perubahan posisi Venus terhadap Matahari. Penalaran Venus mengitari Matahari makin memperkuat teori heliosentris, yaitu bahwa matahari adalah pusat alam semesta, bukan Bumi, yang sebelumnya digagas oleh Nicolaus Copernicus (1473-1543). Susunan heliosentris adalah Matahari dikelilingi oleh Merkurius hingga Saturnus. Teleskop Galileo terus disempurnakan oleh ilmuwan lain seperti Christian Huygens (1629-1695) yang menemukan Titan, satelit Saturnus, yang berada hampir 2 kali jarak orbit Bumi-Yupiter. Perkembangan teleskop juga diimbangi pula dengan perkembangan perhitungan gerak benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lain melalui Johannes Kepler (1571-1630) dengan Hukum Kepler. Dan puncaknya, Sir Isaac Newton (1642-1727) dengan hukum gravitasi. Dengan dua teori perhitungan inilah yang memungkinkan pencarian dan perhitungan benda-benda langit selanjutnya. Pada 1781, William Herschel (1738-1822) menemukan Uranus. Perhitungan cermat orbit Uranus menyimpulkan bahwa planet ini ada yang mengganggu. Neptunus ditemukan pada Agustus 1846. Penemuan Neptunus ternyata tidak cukup menjelaskan gangguan orbit Uranus. Para astronom kemudian menemukan sekitar 1.000 objek kecil lainnya yang letaknya melampaui Neptunus (disebut objek trans-Neptunus), yang juga mengelilingi Matahari. Di sana mungkin ada sekitar 100.000 objek serupa yang dikenal sebagai Objek Sabuk Kuiper (Sabuk Kuiper adalah bagian dari objek-objek trans-Neptunus). Belasan benda langit termasuk dalam Objek Sabuk Kuiper di antaranya Quaoar (1.250 km pada Juni 2002), Huya (750 km pada Maret 2000), Sedna (1.800 km pada Maret 2004), Orcus, Vesta, Pallas, Hygiea, Varuna, dan 2003 EL61 (1.500 km pada Mei 2004). Penemuan 2003 EL61 cukup menghebohkan karena Objek Sabuk Kuiper ini diketahui juga memiliki satelit pada Januari 2005 meskipun berukuran lebih kecil dari Pluto.
Dan puncaknya adalah penemuan UB 313 (2.700 km pada Oktober 2003) yang diberi nama oleh penemunya Xena. Selain lebih besar dari Pluto, objek ini juga memiliki satelit.
2.3 Susunan Tata Surya

Tata surya adalah susunan benda-benda langit yang terdiri atas matahari sebagai pusatnya dan planet-planet, meteorid, komet, serta asteroid yang mengelilingi matahari. Susunan tata surya terdiri atas matahari, delapan planet, satelit-satelit pengiring planet, komet, asteroid, dan meteorid. Benda langit yang berupa planet dan benda langit lainnya dalam mengelilingi matahari disebut revolusi. Sebagian besar garis edarnya (orbit) berbentuk elips. Bidang edar planet-planet mengelilingi matahari disebut bidang edar, sedangkan bidang edar planet bumi disebut bidang ekliptika. Selain berevolusi benda-benda langit juga berputar pada porosnya yang disebut rotasi, sedangkan waktu untuk sekali berotasi disebut kala rotasi.
a. Matahari
Matahari merupakan pusat tata surya yang berupa bola gas yang bercahaya. Matahari merupakan salah satu bintang yang menghiasi galaksi Bima Sakti. Suhu permukaan matahari 6.000 derajat celsius yang dipancarkan ke luar angkasa hingga sampai ke permukaan bumi, sedangkan suhu inti sebesar 15-20 juta derajat celsius.


b. Planet
1. Planet Merkurius
Merkurius merupakan planet terkecil dan terdekat dengan matahari. Merkurius tidak mempunyai satelit atau bulan, dan tidak mempunyai hawa. Garis tengahnya 4500 km, lebih besar daripada garis tengah bulan yang hanya 3160 km. Diperkirakan tidak ada kehidupan sama sekali di Merkurius. Merkurius mengadakan rotasi dalam waktu 58,6 hari. Ini berarti panjang siang harinya 28 hari lebih, demikian juga malam harinya. Merkurius mengelilingi matahari dalam waktu 88 hari.

2. Planet Venus
Planet ini lebih kecil dari bumi. Venus menempati urutan kedua terdekat dengan matahari. Planet ini terkenal dengan bintang kejora yang bersinar terang pada waktu sore atau pagi hari. Rotasi Venus ± 247 hari, dan berevolusi (mengelilingi matahari) selama 225 hari, artinya 1 tahun Venus adalah 225 hari.

3. Planet Bumi
Bumi menempati urutan ketiga terdekat dengan matahari. Ukuran besarnya hampir sama dengan Venus dan bergaris tengah 12.640 km. Jarak antara bumi dengan matahari adalah 149 juga km. Bumi mengadakan rotasi 24 jam, berarti hari bumi = 24 jam.
a. Gerak rotasi bumi
Gerak bumi berputar pada porosnya disebut rotasi bumi. Arah rotasi bumi sama dengan arah revolusinya, yakni dari barat ke timur. Inilah sebabnya mengapa matahari terbit lebih dulu di Irian Barat dari pada di Jawa. Satu kali rotasi bumi menjalani 3600 yang ditempuh selama 24 jam.
b. Akibat rotasi bumi
1) Adanya gerak semu harian dari matahari
2) Pergantian siang dan malam
3) Penyimpangan arah angin, arus laut
4) Penggelembungan di khatulistiwa dan pemepatan di kedua kutub bumi
5) Timbulnya gaya sentrifugal
6) Adanya dua kali air pasang naik dan pasang surut dalam sehari semalam
7) Perbedaan waktu antara tempat-tempat yang berbeda derajat busurnya
c. Gerak revolusi dari bumi
Selama mengedari matahari ternyata sumbu bumi miring dengan arah yang sama terhadap bidang ekliptika. Kemiringan sumbu bumi ini besarnya 23 ½0 terhadap bidang ekliptika tersebut. Akibat dari revolusi bumi ialah :
Akibat dari revolusi bumi adalah :
1) Pergantian empat musim
2) Perubahan lamanya siang dan malam
3) Terlihatnya rasi (konstelasi) bintang yang beredar dari bulan ke bulan
Lintasan bumi dalam revolusinya terhadap matahari disebut orbit.
d. Gaya gravitasi terrestrial dari bumi
Bumi kita ini mempunyai gaya gerak atau gaya berat. Gaya tarik bumi ini dinamakan gaya gravitasi terrestrial bumi. Benda di bumi ini memiliki bobot karena pengaruh gaya gravitasi tersebut. Gaya gravitasi terrestrial inilah yang menahan semua materi yang ada di bumi serta atmosfernya hingga tidak hilang melayang ke alam semesta.
e. Waktu
Kita telah mengenal waktu satu hari satu malam yang lamanya 24 jam. Waktu 24 jam ini adalah sehari semalam solar (matahari) berdasarkan gerak semu matahari dalam membuat satu revolusi lengkap.

4. Planet Mars
Planet ini berwarna kemerah-merahan yang diduga tanahnya mengandung banyak besi oksigen, hingga kalau oksigen masih ada jumlahnya sangat sedikit. Pada permukaan planet ini didapatkan warna-warna hijau, biru dan sawo matang yang selalu berubah sepanjang masa tahun. Mars mempunyai dua satelit atau bulan yaitu phobus dan daimus.
Jarak planet mars dengan matahari ialah 226,48 juga km. Garis tengahnya adalah 6272 km dan revolusinya 1,9 tahun. Rotasinya 24 jam 37 menit. Berdasarkan data yang dikirim oleh satelit Mariner IV di Mars tidak ada oksigen, hampir tidak ada air, sedangkan kutub es yang diperkirakan mengandung banyak air itu tak lebih merupakan lapisan salju yang sangat tipis.

5. Planet Yupiter
Yupiter merupakan planet terbesar. Berdasarkan analisis spektroskopis planet ini mengandung gas metana dan amoniak banyak, serta mengandung gas hidrogen. Yupiter mempunyai kurang lebih 14 satelit atau bulan. Planet Yupiter bergaris tengah 138.560 km, rotasinya cepat yaitu 10 jam. Oleh karena gaya gravitasinya yang sangat kuat, Yupiter mempunyai 12 satelit (bulan) dan 3 darinya beredar berlawanan arah dengan 9 lainnya.


6. Planet Saturnus
Saturnus mempunyai massa jenis yang sangat lebih kecil dari pada air yaitu 0,75 g/cm3, sehingga akan terapung di air. Ternyata planet ini berupa gas yang terdiri dari metana dan amoniak dengan suhu rata-rata 103 0C. Saturnus mempunyai 10 satelit dan diantaranya yang terbesar disebut Titan, yang lain disebut Phoebe yang bergerak berlawanan arah dengan 9 satelit lainnya.

7. Planet Uranus
Uranus memiliki 5 satelit. Berbeda dengan planet yang lain, Uranus arah gerak rotasinya dari timur ke barat. Jarak ke matahari adalah 2860 juta km dan mengelilingi matahari dalam waktu 84 tahun. Rotasinya 10 jam 47 detik. Besar Uranus kurang dari setengah Saturnus, bergaris tengah 50.560 km. Berdasarkan pengamatan pesawat VOYAGER pada bulan Januari 1986 Uranus memiliki 14 buah satelit.

8. Planet Neptunus
Neptunus mempunyai dua satelit, satu diantaranya disebut Triton. Satelit Triton beredar berlawanan arah dengan gerak rotasi Neptunus. Jarak ke matahari 44790 km, mengelilingi matahari dalam 165 tahun sekali seputar.
c. Komet
Komet berasal dari bahasa Yunani, yaitu Kometes yang artinya berambut panjang. Komet menurut istilah bahasa adalah benda langit yang mengelilingi matahari dengan orbit yang sangat lonjong. Komet terdiri atas es yang sangat padat dan orbitnya lebih lonjong daripada orbit planet. Komet menyemburkan gas bercahaya yang dapat terlihat dari bumi. Bagian-bagian komet, yaitu:
1)inti komet, yaitu bagian komet yang kecil tapi padat tersusun dari debu dan gas.
2)koma, yaitu daerah kabut di sekeliling inti.
3)ekor komet, yaitu bagian yang memanjang dan panjangnya mampu mencapai satu satuan astronomi(1SA=jarak antara bumi dan matahari).
Arah ekor komet menjauhi matahari. Kebanyakan komet tidak dapat di lihat dengan mata telanjang,tapi harus dengan menggunakan Teleskop. Komet yang terkenal adalah komet Halley yang ditemukan oleh Edmunt Halley. Komet itu muncul setiap 76 tahun sekali. Komet sering disebut Bintang berekor.





d. Asteroid
Asteroid adalah benda langit yang mirip dengan planet-planet, yang terletak di antara orbit Mars dan Yupiter. Asteroid disebut juga planetoid atau planet kerdil. Asteroid yang terbesar dan yang pertama adalah Ceres yang ditemukan oleh Giussepe Piazzi (astronom Italia). Icarus adalah salah satu asteroid yang pernah mendekati bumi dengan orbit yang berbentuk lonjong.
e. Meteoroid
Meteoroid adalah batuan-batuan kecil yang sangat banyak dan melayang-layang di angkasa luar. Batuan-batuan ini banyak mengandung unsur besi dan nikel yang masuk ke Atmosfer karena pengaruh gravitasi bumi. Batuan-batuan atau benda langit yang bergesekan dengan atmosfer bumi dan habis terbakar sebelum sampai di permukaan bumi disebut meteor. Sedangkan batuan yang tidak habis terbakar dan sampai ke bumi disebut Meteorid.
f. Bulan
Bulan merupakan benda langit yang mengitari bumi. Karena bumi mengitari matahari, maka bulan juga mengitari matahari bersamaan dengan bumi. Selain itu, bulan juga berputar pada porosnya sendiri. Dengan demikian bulan mempunyai tiga gerakan sekaligus. Benda-benda langit yang berada di dalam tata surya tersusun secara rapi
Selama bergerak benda-benda itu tidak saling bertabrakan. Hal itu terjadi karena adanya gaya gravitasi pada masing-masing benda langit. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa yang menyebabkan gerakan benda-benda langit teratur adalah gaya gravitasi.



BAB III
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Ada beberapa hipotesis yang menyatakan asal-usul Tata Surya yang telah dikemukakan oleh beberapa ahli, yaitu Hipotesis Nebula, Hipotesis Planetisimal, Hipotesis Pasang Surut Bintang, Hipotesis Kondensasi, dan Hipotesis Bintang Kembar. Sejarah penemuan Tata surya di awali dengan dilihatnya planet-planet dengan mata telanjang hingga ditemukannya alat untuk mengamati benda langit lebih jelas yaitu Teleskop dari Galileo. Perkembangan teleskop diimbangi dengan perkembangan perhitungan benda-benda langit dan hubungan satu dengan yang lainnya. Dari mulai mengetahui perkembangan planet-planet hingga puncaknya adalah penemuan UB 313 yang ternyata juga mempunyai satelit.
Tata surya adalah kumpulan benda langit yang terdiri atas sebuah bintang yang disebut Matahari dan semua objek yang terikat oleh gaya gravitasinya. Objek-objek tersebut termasuk delapan buah planet yang sudah diketahui dengan orbit berbentuk elips, lima planet kerdil atau katai, 173 satelit alami yang telah diidentifikasi, dan jutaan benda langit (meteor, asteroid, komet) lainnya. Tata Surya terbagi menjadi Matahari, empat planet bagian dalam, sabuk asteroid, empat planet bagian luar, dan di bagian terluar ada Sabuk Kuiper dan Piringan Tersebar.

3.2 Saran
Sebaiknya semua pihak mempelajari Tata Surya agar dapat mengetahui dari mana sebenarnya Tata Surya itu berasal sehingga kita tidak dapat mengada-ada atau merekayasanya. Mengetahui Tata Surya juga sangat penting agar kita dapat mengetahui kebesaran Tuhan Yang Maha Esa sehingga kita dapat meningkatkan keimanan dan ketakwaan.

DAFTAR PUSTAKA

• Haryanto.1999.Ilmu Pengetahuan Alam.Jakarta:Erlangga.
• Wikipedia .net
....................readmore

gravatar

Hikayat Raja Pasai

Hikayat Raja Pasai
Pendahuluan
Hikayat Raja-Raja Pasai pertama kali diterbitkan oleh seorang Perancis bernama Ed. Dulaurier pada tahun 1849 M dalam Collection Principle Cronique Malayes. Ia menerbitkannya dalam huruf Arab berdasarkan manuskrip yang dibawa oleh Sir Thomas Stanford Raffles ke London yang sampai sekarang masih ada di sana dalam perpustakaan Royal Asiatic Society. Pada tahun 1914 M terbit versi yang dihuruflatinkan oleh J.P. Mead yang juga berasal dari manuskrip London tersebut di atas. Di samping itu, terdapat pula transkripsi Hikayat Raja-Raja Pasai beserta pembicaraannya dalam Journal of the Malayan Branch Royal Asiatic Society, 1960, yang dikerjakan oleh A.H. Hill. Menurt T. Iskandar, Hikayat Raja-Raja Pasai merupakan karya sejarah tertua dari zaman Islam.
Hikayat Raja-Raja Pasai terdapat dua versi. Pertama ialah cerita Pasai yang terdapat dalah naskah Sejarah Melayu, yakni riwayat yang berakhir dengan mangkatnya Sultan Malik al Dzahir dan naiknya tahta kerajaan Sultan Ahmad. Kedua adalah versi Hikayat Raja-Raja Pasai yang diwakili oleh Raffles seperti tersebut di atas. R.O. Winstedt menyatakan bahwa bagian-bagian tertentu Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai mempunyai persamaan-persamaan, baik dalam pokok pembicaraan maupun susunan ayatnya. Ia mengatakan, penyusun Sejarah Melayu telah meniru, memparafrasakan dan menyalin Hikayat Raja-Raja Pasai. Winstedt berkesimpulan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai ialah teks yang tertua dari kedua karya itu (Sejarah Melayu dan Hikayat Raja-Raja Pasai). Namun, R. Roolvink menyatakan, tidak mudah untuk menentukan antara kedua teks itu dan mungkin sekali penyusun Sejarah Melayu telah menggunakan teks Hikayat Raja-Raja Pasai yang lain, sehingga terjadi perbedaan penting antara kedua teks itu dari segi nama dan detail-detail lainnya.
Menurut A. Teeuw bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai berdasarkan internal evidence tidak mungkin dikarang sebelum Sejarah Melayu, tetapi sebaliknya. Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis berdasarkan suatu versi asal Sejarah Melayu untuk kemegahan kerajaan Pasai dengan berbagai tambahan dan perubahan. Namun, Amin Sweeney menentang pendapat itu dan berdasarkan internal evidence pula menyatakan dengan sangat meyakinkan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai yang digunakan oleh pengarang bagian pertama Sejarah Melayu.

Ikhtisar
Isi naskah Hikayat Raja-Raja Pasai menyangkut sejarah negeri Pasai sekitar pertengahan abad ke-13, masa pengislaman Tanah Pasai hingga pertengahan abad ke-14, dan waktu penaklukan Pasai oleh Majapahit. Secara lebih rinci isi Hikayat Raja-Raja Pasai dapat dibagi menjadi enam bagian, meskipun dalam manuskrip tersebut tidak ada pembagian ini. Lima bagian pertama adalah cerita mengenai Samudra Pasai, sedangkan yang keenam sama sekali tidak menyinggunga Pasai, tetapi mengenai penaklukan Nusantara oleh Patih Gajah Mada atas perintah Sang Nata Majapahit. Dalam bagian terakhir itu juga dibicarakan penaklukan sebagian pulau Perca, yakni Minangkabau, yang tidak dilakukan dengan peperangan tetapi dengan adu kerbau. Tentara Jawa kalah dalam penaklukan itu. Naskah Hikayat Raja-Raja Pasai yang mula-mula besar kemungkinannya tidak mengandung bagian yang keenam itu. Apabila itu benar, maka bagian yang keenam itu adalah tambahan yang kemudian, mungkin ditulis oleh pengarang lain dan ditambahkannya kepada naskah Hikayat Raja-Raja Pasai.
Hikayat Raja-Raja Pasai dimulai dengan dua kisah bersaudara Raja Muhammad dan Raja Ahmad yang sedang membangun sebuah negeri di Samalanga. Ketika menebas hutan, Raja Muhammad menemukan seorang anak perempuan muncul dari pokok bambu. Anak itu diberi nama Puteri Betung. Raja Ahmad mendapat seorang anak laki-laki yang dibawa oleh seekor gajah, anak itu diberi nama Meurah Gajah. Setelah dewasa keduanya dinikahkan, dan pasangan ini mempunyai dua orang putra, yaitu Meurah Silu dan Meurah Hasum. Pada suatu hari Meurah Gajah melihat sehelai rambut Putri Beutung berwarna emas. Dia minta agar rambut itu dicabut. Istrinya menolak dan mengingatkan, apabila rambut itu dicabut akan terjadi perceraian di antara mereka. Namun, Meurah Gajah memaksa mencabutnya, sehingga keluar darah putih dari kepala Putri Betung dan matilah ia. Karena peristiwa itu, terjadilah peperangan antara Raja Muhammad dan Raja Ahmad. Banyak prajurit dari kedua belah pihak tewas, dan akhirnya kedua raja itu pun menemukan ajalnya dalam peperangan itu.
Setelah perang selesai, Meurah Silu dan Meurah Hasum sepakat meninggalkan Samalanga untuk membuka negeri lain. Mereka berjalan sampai ke Beurana (Bireuen). Di hulu sungai, Meurah Silu menemukan cacing gelang-gelang yang kemudian berubah menjadi emas dan perak. Dengan emas itu ia mengupah orang menangkap kerbau liar untuk dijinakkan. Pekerjaan itu tidak disukai oleh Meurah Hasum. Diusirlah Meurah Silu. Setelah berjalan jauh, Meurah Silu tiba di Bukit Talang, ibu kota sebuah kerajaan yang diperintah oleh Meugat Iskandar.
Di ibu kota itu Meurah Silu diperkenankan tinggal. Ia memperkenalkan adu ayam jago. Atraksi itu menarik perhatian banyak orang dari negeri lain hingga mereka berdatangan ke Bukit Talang.
Meugat Iskandar sangat menyukai Meurah Silu. Dia bermusyawarah dengan orang-orang besar dan sepakat menobatkan Meurah Silu menjadi raja mereka. Saudara Meugat Iskandar, Malik al Nasr, tidak setuju. Terjadi peperangan di antara keduanya. Malik al Nasr kalah.
Tidak lama kemudian, Meurah Silu membuka negeri di atas tanah tinggi, diberi nama Samudra, mengikut nama semut besar yang dijumpainya di situ. Dikisahkan pula bahwa menjelang wafat, Nabi Muhammad mewartakan kepada para sahabatnya bahwa di benua bawah angin kelak akan muncul sebuah negeri bernama Samudra.
Ketika Samudra telah berdiri, segera berita itu terdengar ke Mekah. Syarif Mekah memerintah Syekh Ismail, seorang ulama dan sufi terkemuka, agar berlayar ke Samudra bersama 70 pengikutnya untuk mengislamkan raja Samudra. Dalam pelayaran ke Samudra mereka singgah di Mangiri, yang sultannya keturunan Abubakar Siddiq, sedangkan Abu Bakar telah turun tahta menjadi sufi. Abu Bakar Siddiq lalu ikut berlayar ke Samudra bersama Syekh Ismail.
Sebelum kapal Syehk Ismail berlabuh di Samudra, Meurah Silu bermimpi berjumpa Nabi Muhammad dan mengajarinya mengucapkan syahadat dan tata cara salat. Setelah diislamkan, Meurah Silu diberi gelar Sultan Malik al Saleh, mirip dengan nama Sultan Saljug yang masyhur merebut Anatolia, Turki, dari kaisar Byzantium pada abad ke-12 M, yaitu Malik Syah. Setelah itu seluruh rakyat Samudra berbondong-bondong memeluk agama Islam. Setelah itu Malik al Saleh membuka negeri baru, sebuah kota yang strategis, sebagai pelabuhan dagang di Selat Malaka, diberi nama Pasai mengikuti nama anjing kesayangannya yang berhasil menangkap seekor pelanduk ketika negeri baru itu mulai dibuka.
Tidak lama setelah itu, Malik al Saleh mengawini putri sultan Peurlak bernama Putri Ganggang. Dari perkawinan itu lahir seorang laki-laki, Malik al Zahir. Sultan Malik al Saleh wafat pada 1297 M. Pada batu nisan makamnya dipahatkan syair yang indah dalam bahasa Arab karangan Ali bin Abi Thalib.
Tampuk pemerintahan berpindah ke Malik al Zahir. Pada masa pemerintahan Malik al Zahir inilah Ibn Batutah, musafir Arab dari Tangier dua kali mngunjungi Pasai dalam lawatannya menuju Cina, 1316 M. Selain mencatat raja di kerajaan yang disinggahi itu alim dan bijaksana, ia pun menulis bahwa pendidikan Islam sangat maju dan banyak sekali ulama bermazhab Syafi’i dari negeri Arab serta cendekiawan Persia berdatangan dan tinggal lama untuk mengajar di negeri tersebut.
Malik al Zahir digantikan kedua putranya: Malik al Mahmud yang memarintah Samudra, dan Malik al Mansur yang memerintah Pasai. Di bawah pemerintahan mereka, Pasai bertambah makmur dan maju. Raja Siam yang mendengar berita itu merasa iri dan marah. Lantas ia membawa tentara lautnya menyerbu Pasai. Karena ketangguhan angkatan laut Pasai, tentara Siam dikalahkan dan dihalau dari perairan Selat Malaka tanpa pernah kembali lagi untuk menyerang Pasai.
Setelah penyerangan Siam itu terjadilah serangkaian peristiwa yang mencoreng nama baik kerajaan tersebut dan menyebabkan kejatuhannya. Hal itu bersumber dari ulah penguasa Samudra Pasai sendiri.
Pada suatu hari, adik Sultan Malik al Mansur bertamasya dan melalui depan istana abangnya. Ketika itu Sultan Malik al Mahmud sedang berpergian ke pantai. Sebenarnya, mentrinya telah berupaya mencegah Sultan Malik al Mahmud agar tidak ke pantai, karena mentri itu tahu bahwa adik sultan akan melalui depan istana dalam perjalanan tamasyanya. Mentri itu memperoleh firasat akan terjadi peristiwa yang bisa mendatangkan fitnah.
Ketika Sultan Malik al Mansur melewati jalan di depan istana abangnya, seorang perempuan cantik mucul dari istana. Malik al Mansur terpikat pada wanita itu dan sangat birahi. Lantas dengan paksa perempuan itu dibawanya pulang ke istananya. Mendengar berita itu Malik al Mahmud murka dan mencari jalan bagaimana bisa membalas dendam. Suatu hari ia undang sang adik mengahdiri sebuah pesta. Dalam pesta itu Malik al Mansur dibekuk, dan dipenjarakan ke tempat terpencil. Mentri yang mendampingi Malik al Mansur dipenggal kepalanya.
Tidak berapa lama, sultan Malik al Mahmud pun sadar bahwa perbuatannya keliru. Dia lantas menyuruh Tun Perpatih Tulus Agung menjemput Malik al Mansur pulang. Di tengah perjalanan, setelah berziarah ke makam mentrinya yang dihukum mati oleh kakaknya, Malik al Mansur jatuh sakit dan menghembuskan nafas penghabisan di situ juga.
Setelah Sultan Malik al Mahmud wafat, tahta kerajaan jatuh ke tangan putranya, Sultan Ahmad Permadala Permala. Sultan ini sangat menyukai perempuan dan mengawini wanita kapan saja di mau. Dia dikarunia 30 anak. Lima di antaranya seibu dan sebapa, yaitu Tun Berahim Bapa, Tun Abdul Jalil, Tun Abdul Fadhil, Tun Medan Peria, dan Tun Takiah Dara. Tun Berahim Bapa terkenal karena keperwiraannya dan ketangkasannya di medan perang. Tun Abdul Fadhil sangat alim dan gemar mempelajari ilmu agama. Tun Abdul Jalil seperti ayahnya. Dua adik mereka, Tun Medan Peria dan Tun Takiah Dara, sangat cantik. Sultan Ahmad sangat birahi kepada dua putrinya itu dan memberi tahukan niatnya akan mengawini dua putri kandungnya tersebut.
Tun Berahim Bapa mendengar berita itu. Segera ia bawa lari kedua adiknya ke Tukas. Sultan Ahmad murka. Berbagai cara dilakukan sultan untuk membunuh putra sulungnya itu, namun selalu gagal. Sultan bertambah murka setelah mengetahui bahwa putranya itu berseda gurau dengan seorang dayang cantik bernama Fatimah Lampau. Pada suatu kesempatan Sultan Ahmad mengajak Tun Berahim Bapa bertamasya dan memberi makanan yang beracun. Karena tidak mau durhaka kepada ayahnya, Tun Berahim Bapa memakan juga makanan itu walaupun tahu dua adik perempuannya yang dia bawa lari mati karena makan racun. Dia pun mati, jenazahnya dimakamkan di Bukit Fadhillah.
Kezaliman Sultan Ahmad tidak berkurang karenanya, dia nekat membunuh Tun Abdul Jalil hanya karena putranya ini dicintai oleh Putri Gemerancang, anak Ratu Majapahit. Ketika Putri Gemerancang tiba di Pasai dan mendengar kematian kekasihnya, dia pun berdoa supaya mati dengan cepat dan kapalnya tenggelam. Terjadilah yang diharapkan itu. Ini menyebabkan raja Majapahit menyerang Pasai. Karena panglima perangnya yang handal, Tun Berahim Bapa, telah tiada, Pasai pun kalah. Dengan penuh penyesalan Sultan Ahmad melarikan diri ke Menduga.
Setelah itu cerita adu kerbau Jawa dan Minangkabau, dan kerbau raja Majapahit kalah melawan kerbau Patih Ketamanggungan dari Minangkabau, uraian diakhiri dengan daftar negeri-negeri Melayu yang ditaklukan oleh Majapahit.

Perkiraan Waktu
Pada umumnya naskah lama tulisan tangan yang sampai kepada kita bukanlah naskah induk, melainkan naskah salinan. Naskah-naskah itu lazim tidak mencantumkan, baik nama pengarang aslinya maupun tahun penyusunannya. Untuk memperkirakan masa penyusunan sebuah naskah, peneliti naskah lama pada umumnya memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
1. Cap kertas,
Pada kertas yang digunakan penulis atau penyalin naskah sering terdapat semacam gambaran yang membayang, yang disebut cap kertas. Misalnya, kertas berukuran folio yang capnya menggambarkan seekor singa yang beridiri di atas sebuah kotak yang bertulisan VRYHEID, menurut Churchill bahwa kertas yang seperti itu dibuat pada tahun 1785 M. Perkiraan seperti itu dapat dilakukan terhadap naskah yang menggunakan kertas. Naskah-naskah lontar atau yang menggunakan alas tulis yang lain tidak dapat diperlakukan demikian. Lagi pula, yang dapat diperkirakan hanya batas awal penulisan, bukan titik waktu yang tertentu.
2. Peristiwa sejarah
Sering terjadi bahwa seorang tokoh sejarah atau sebuah peristiwa sejarah disebut-sebut dalam suatu naskah. Dengan demikian, penyebutan waktu hadirnya tokoh itu atau terjadinya peristiwanya tidak sesuai benar dengan rekaman sejarah yang objektif, tetapi tokoh atau peristiwa itu baru dapat disebut-sebut setelah ada atau terjadi. Itu berarti bahwa naskah tersebut pasti disusun setelah tokoh atau peristiwa itu muncul dalam sejarah, tidak mungkin sebelumnya, sehingga ada batas awal.
3. Ejaan
Ejaan juga dapat digunakan sebagai batasan penentu masa penyusunan atau penyalinan sebuah naskah. Naskah-naskah berbahasa Melayu dengan bertulisan Jawi dari kurun waktu tertentu, misalnya, mencantumkan tasydid di atas huruf yang mengikuti suku kata berbunyi e pepet, misalnya, berrindu. Piniadaan konsonan dasar menghasilkan bentuk-bentuk, seperti menengar, juga merupakan gejala ejaan yang menandai kurun waktu tertentu.
4. Pada bagian naskah salinanan ada penambahan kolofon yang memuat nama penyalin dan tempat serta tanggal penyalinan diselesaikan. Apabila dalam kolofon tanggal itu ditulis secara lengkap sampai dengan angka tahunnya, lazimnya digunakan tarikh Hijriah.
Pada sebagian naskah memang ada dicantumkan tanggal yang lengkap, para pembaca tidak segera terbayang masanya karena dewasa ini orang tidak lagi terbiasa menggunakan tarikh Hijriah dalam perhitungan waktu. Oleh karena itu, angka tahun Hijriah oleh para peneliti naskah lama dikonversikan menjadi angka tahun Masehi. Namun, ada juga yang sekaligus mencantumkan tanggal menurut perhitungan tarikh Hijriah dan Masehi.
Kapan Hiakayat Raja-Raja Pasai itu ditulis ? Hikayat Raja-Raja Pasai menceritakan sejak awalnya kerajaan Samudra Pasai dengan rajanya Malikul Saleh, dan hingga berakhirnya kerajaan Pasai di bawah pemerintahan Raja Ahmad yang porak-poranda diserang oleh laskar Majapahit. Dengan demikian, dapat diperkirakan bahwa Hikayat Raja-Raja Pasai yang pertama dikarang, sekurang-kurangnya segera setelah Pasai ditaklukan oleh Majapahit, karena hikayat ini tidak lagi menceritakan tentang Raja-Raja Pasai setelah kalah diserang oleh Majapahit. Kapan Majapahit menaklukan Pasai ? Hikayat Raja-Raja Pasai sama sekali tidak menyebutkan angka tahun, kecuali cerita penyerangan Majapahit ke Pasai. Pada akhirnya naskah terdapat kalimat sebagai berikut: bahwa ini negeri yang takluk kepada Ratu Majapahit pada zaman pecahnya negeri Pasai, ratunya bernama Ahmad”.
Dalam kitab Negarakertagama gubahan Prapanca tahun 1365, Samudra termasuk daerah-daerah yang ditaklukan oleh Majapahit. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa penaklukan Pasai oleh Majapahit terjadi sebelum tahun 1365. Namun, G.E. Marrison berpendapat bahwa invansi Majapahit ke Pasai terjadi pada tahun 1377, lebih lambat dari waktu ditulisnya kitab Negarakertagama. Seandainya pendapat Marrison benar, tentu nama-nama Samudra tidak terdapat dalam daftar nama-nama negeri yang takluk kepada Majapahit di dalam Negarakertagama tahun 1365. Namun, Sir Richard mengatakan bahwa sangat mungkin Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis pada abad ke-15, antara tahun 1350 dan 1500.
Manuskrip Hikayat Raja-Raja Pasai terdapat di London, satu-satunya manuskrip yang ada, yaitu berupa salinan dari satu naskah kepunyaan Kiai Suradimenggala, Bupati Sepuh di Demak, salinan itu selesai dikerjakan pada 21 Muharram 1230 H atau 1825 M. Sir Ricard berpendapat bahwa tahun Hijriah yang tertera di sana adalah tahun 1230 H, sehingga menurutnya salinan itu selesai pada tahun 1814 M. Dr. Roolvink membacanya 1235 H dan kemungkinan ini yang lebih tepat, dan tanggal itu sesuai dengan hari Selasa, 9 November 1819. Timbulnya perbedaan tersebut, karena anggka yang terakhir yang tertulis dengan huruf Arab dalam salinan itu dapat diragukan, mungkin dapat dibaca 0 dan mungkin juga 5, hingga menyebabkan timbulnya bacaan yang berbeda.

Kepengarangan
Konsep pengarang dalam sastra lama tidak dapat dipersamakan dengan konsep pengarang dalam sastra modern. Pangarang karya sastra modern jelas orangnya: nama tercantum pada halaman kulit, dan dialah yang memegang hak cipta atas karangannya itu. Tanpa pengetahuan dan izinnya karyanya tidak boleh dikutip dan diperbanyak, apalagi diubah-ubah, walaupun itu semua dilakukan orang dengan maksud mempopulerkannya dan menyempurnakannya. Sebaliknya, pengarang karya sastra lama hanya sedikit yang dikenal.
Pengarang karya sastra lama tidak biasa mencantumkan namanya jelas-jelas pada halaman kulit, pada awal atau akhir kisahnya. Karena yang penting karangan itu sendiri, bukan siapa pengarangnya. Lagi pula, karya itu bukan milik individu pengarangnya, melainkan milik bersama. Individualisme kepengarangan baru dikenal setelah kedatangan orang Barat.
Orang yang bertembungan dengan sebuah karya sastra berhak dan cenderung mengubahnya, mengurangi bagian-bagian tertentu atau menambah episode-episode yang dianggapnya akan menambah kesempurnaan karya tersebut, termasuk mengubah gaya bahasa penyajiannya. Oleh karena itu, yang berlaku sebagai pengarang bukan hanya pengarang aslinya, yang sudah jarang diketahui orang, melainkan juga orang yang membawakannya (tukang cerita) dan para penyalinnya. Meskipun tidak sebagai penggubah langsung, dalam hal ini tidak boleh dilupakan peran khalayak pendengar atau pembaca. Pengubahan karangan tidak jarang disesuaikan dengan selera khalayak pendengan atau pembacanya, baik yang mengenai bentuknya maupun tentang isinya. Demikian pula panjang pendeknya karangan serta urutan peristiwa dalamnya sering ditentukan dengan memperhatikan keinginan pendengar atau pembaca.
Pengarang Hikayat Raja-Raja Pasai belum dikenal. Dalam hal ini berkata C. Hooykaas: “Amatlah sayang, bahwa hampir semuanya naskah-naskah Melayu itu dalam masa bertahun-tahun amat banyak berubah, dan bahwa kita sedikit sekali tahu tentang nama, kedudukan dan zaman pengarangnya....” Akan tetapi, meskipun nama pengarangnya tidak diketahui, sekurang-kurangnya dengan meneliti isi naskah-naskah tersebut dapat juga diketahui fungsi, tugas, dan zaman pengarang yang dipancarkan oleh pola kebudayaan zaman itu. Oleh karena itu, mengapa Hikayat Raja-Raja Pasai itu dikarang perlu ditinjau latar belakang tempat Hikayat Raja-Raja Pasai ditulis. Apabila diikuti uraian pengarang Hikayat Raja-Raja Pasai dapat disimpulkan bahwa pengarangnya adalah termasuk orang dalam kalangan istana Samudra Pasai yang bertugas menyusun kronika dan daftar silsilah mengenai kerajaan itu. Pada saat itu tujuan pengarang adalah memancarkan cahaya yang diinginkan keluarga raja. Dengan uraian penulis yang memberikan tempat sakral kepada Sultan Malik al Saleh, pendiri Kerajaan Samudra Pasai, tampak ada kultus raja di samping usaha pengarang melukiskan kebesaran negerinya sebagai negeri pilihan Tuhan.
Pengaruh kebudayaan Islam sangat kentara, tidak saja karena naskah itu banyak mengandung kata-kata Arab, tetapi isinya bertujuan menyebarkan dan memperteguh kepercayaan agama Islam dalam kehidupan masyarakat. Selanjutnya, apabila diperhatikan nasihat yang panjang lebar dari Sultan Malik as Saleh dan Sultan Malik al Mahmud sebelum kedua baginda mangkat, sangat mungkin pengarang Hikayat Raja-Raja Pasai bermaksud hendak memberikan sifat pragmatis dari hikayat itu supaya dapat menjadi tauladan bagi raja-raja yang berikutnya. Sebagai contoh dapat dikemukakan bahwa Sultan Malik al Mahmud pada suatu hari sadar bahwa ia telah mengirimkan ke pembuangan saudaranya Sultan Malik al Mansur, ia berkata:
“Wah terlalu ahmak bagiku karena perempuan seorang saudaraku kuturunkan dari atas kerajaannya dan mentrinya pun kubunuh”, maka baginda menyesallah lalu ia menangis maka baginda pun bertitah pada seluruh ulubalangnya: “pergilah kamu segera mengambil saudaranya itu karena aku terlalu sekali rindu dendam akan saudaraku”.

Karya Sastra dalam Pandangan Ilmu Sejarah
Dalam kesusastraan Indonesia Lama terdapat sejumlah naskah yang oleh Winstedt dikategorikan ke dalam Malay Histories, misalnya, Hikayat Raja-Raja Pasai, Sejarah Melayu, Silsilah Melayu, dan Bugis. Istilah Malay Histories masih dipermasalahkan, terutama oleh kalangan sejarawan, walaupun karya-karya sastra tersebut menampilkan tokoh-tokoh yang namanya sangat dikenal dalam sejarah. Namun, belum memenuhi persyaratan untuk menjadi karya sejarah, seperti ketepatan waktu, kronologis, dan kebenaran faktual tidak diperhatikan. Dalam karya sastra tersebut banyak sisipan mitos, dongeng, legenda, menyebabkan sejarawan menghadapi kesulitan untuk menemukan fakta kesejarahannya, sehingga tidak dapat sepenuhnya dijadikan sebagai sumber sejarah.
Karya-karya kesusastraan tersebut memang tidak sepenuhnya dimaksudkan sebagai rekaman sejarah untuk dijadikan acuan penyusunan sejarah yang kritis. Karya-karya tersebut lebih tepat disebut sebagai karya sastra sejarah atau karya sastra yang bertema sejarah. Ada beragam prosa dengan judul yang memuat kata sejarah: Sejarah Melayu, Sejarah Raja-Raja Riau; kata hikayat seperti pada Hikayat Raja-Raja Pasai, Hikayat Banjar, Hikayat Aceh, dan Hikayat Maulana Hasanuddin; kata silsilah seperti pada Silsilah Melayu dan Bugis. Ada pula yang beragam puisi, yaitu syair, seperti Syair Singapura Dimakan Api dan Syair Himop. Dari judulnya dapat diperkirakan bahwa isinya berkaitan dengan suatu kurun waktu tertentu, peristiwa tertentu, atau tokoh tertentu di dalam sejarah. Adapun tujuan penyusunannya pada umumnya seperti yang konon dititahkan oleh Sultan Abdullah Ma’ayah Syah kepada Bendahara Paduka Raja,
Bahwa beta minta perbuatan hikayat pada Bendahara, peri peristiwa dan peraturan segala raja-raja Melayu dengan istiadatnya sekali, supaya diketahui oleh segala anak cucu kita yang kemudian daripada kita, diingatkannya oleh mereka itu, syahdan beroleh faidahlah ia daripadanya.

Fakta Historis dalam Hikayat Raja-Raja Pasai
Mengenai pernyataan yang dikemukakan oleh penulis Hikayat Raja-Raja Pasai tentang sejarah Samudra Pasai hingga penyerangan Majapahit, harus dibandingkan dengan beberapa pembuktian lain, yaitu dengan bekas-bekas peninggalan masa tersebut, sehingga dapat dipisahkan mana yang historis dan yang bukan historis. Motif-motif yang legendaris pada mulanya ada juga yang ada faktanya yang kongkrit. Misalnya, mythe asal mulanya Kerajaan Samudra Pasai dapat menceritakan kepada kita bahwa memang ada fakta-fakta yang kongkrit, mengenai didirikannya Samudra itu. Motif mythis-legendaries itu menjadi dongeng, karena pada waktu peristiwa itu terjadi belum terdapat kodifikasi sehingga semakin jauh dengan peristiwa terjadinya itu semakin timbullah segala macam dongeng yang semakin lama semakin dilebih-lebihkan oleh cerita turun-temurun, terutama untuk mendewa-dewakan raja pendiri kerajaan atau raja yang pertama sekali memeluk agama Islam itu. Keadaan itu, seperti disebutkan pada awal naskah:
Alkisah peri mengatakan cerita raja yang pertama masuk agama Islam ini Pasai, maka ada diceritakan oleh orang yang punya cerita ini negeri yang di bawah angin ini Pasailah yang pertama membawa iman akan Allah dan akan Rasul Allah.

Sebagai contoh, dalam Sejarah Melayu sama sekali tidak disebutkan Malikul Mahmud yang oleh Hikayat Raja-Raja Pasai disebutkan sebagai anak Malikul Zahir dan cucu Malikul Saleh. Ayah Sultan Ahmad menurut Hikayat Raja-Raja Pasai adalah Malikul Mahmud, sedangkan menurut Sejarah Melayu adalah Malikul Zahir.
Untuk menilai mana antara kedua sumber itu yang mendekati kebenaran, dapat dipergunakan sumber lain yang dapat dipercaya, yaitu sebuah makam yang terindah dari peninggalan Samudra Pasai. Makam itu terbuat dari batu pualam kepunyaan seorang raja putri, menurut Snouck Hurgronje adalah Bahiyah namanya, namun menurut penelitian lain namanya Nahrasiyah. Nisannya bertulisan Arab dengan bahasa Arab, dalam bahasa Indonesia berbunyi:
Ini makam seorang wanita yang bercahaya dan suci, baginda yang terhormat, yang meninggal, yang diampunkan dosanya, raja di atas segala raja…dan yang menghidmatkan agama Islam ialah Nahrasiyah anak Sultan Al Sahid Zainul Abidin, anak Sultan Ahmad, anak Sultan Muhammad anak baginda Malikul Saleh. Kepada mereka itu dicurahkan rahmat dan ampunan Tuhan dosanya, meninggal dengan rahmat Allah pada hari Senin, empat belas bulan Zulhijjah tahun 811 hijriah Nabi saw.

Dari keterangan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa dalam hal ini geneologi Sejarah Melayu yang lebih dapat diterima. Hal itu, karena ada pembuktian makam yang mendukung geneologi tersebut.

Penutup
Hikayat Raja-Raja Pasai tidak disusun dengan tujuan menyajikan rekaman sejarah dalam arti yang modern walaupun tokoh-tokoh yang ditampilkan, peristiwa-peristiwa yang dikisahkan, dan latar tempat yang digunakan pernah ada dan terjadi. Hikayat Raja-Raja Pasai tidak dapat berfungsi sebagai sumber informasi kesejarahan yang akurat, tetapi dapat menjelaskan pandangan orang-orang Pasai dan nilai-nilai yang berlaku pada masa itu.
Pengetahuan tentang situasi kesejarahan pada waktu penyusunan sebuah karya sastra sangat membantu dalam usaha memahami makna karya itu bagi penyusunan dan khalayak pendukungnya. Hikayat Raja-Raja Pasai digubah untuk menegakkan Kerajaan Pasai melalui penggambaran sifat-sifat terpuji Sultan Malik as Saleh. Selain itu, juga menggambarkan sifat-sifat jelek penguasa selanjutnya dan akibat dari perbuatan jeleknya itu. Hal itu, dimaksudkan untuk menjadi pelajaran bahwa setiap kezaliman itu akibatnya tidak baik.
Diposkan oleh Dirman Manggeng di 17:58 0 komentar
Label: Sejarah
Bireun
BAB IV
KABUPATEN BIREUEN
PADA MASA
REVOLUSI KEMERDEKAAN REPUBLIK INDONESIA

A. Proklamasi Kemerdekaan Indonesia
Berita tentang proklamasi Kemerdekaan Indonesia baru diketahui oleh masyarakat Aceh pada tanggal 21 Agustus 1945. Informasi itu diperoleh melalui Ghazali Yunus dan kawan-kawannya yang bekerja di kantor berita Jepang Domei, Kantor Penerangan Jepang (Hodoko), dan kantor Atjeh Sinbun. Mereka mengetahui kejadian itu melalui siaran radio yang ada di kantornya, kemudian secara hati-hati mereka sampaikan berita itu kepada teman-teman mereka.
Pada tanggal 24 Agustus 1945 Teuku Nyak Arief menerima telegram dari dr. Adnan Kapau Gani (Wakil Residen/Fuku Chokan) dari Palembang yang isinya menyatakan bahwa Bung Karno dan Bung Hatta telah mengumumkan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945. Pada 26 Agustus 1945 diperoleh pula berita kemerdekaan Indonesia dari Adinegoro dan Muhammad Syafei dari Bukit Tinggi.
Berita proklamasi Kemerdekaan Indonesia disambut gembira oleh masyarakat Aceh. Mereka mengibarkan bendera merah putih, baik di depan kantor-kantor yang masih dikuasai Jepang, di depan toko-toko, maupun di rumah-rumah penduduk. Aksi spontanitas yang dilakukan oleh masyarakat Aceh tersebut mengakibatkan terjadinya beberapa insiden, karena pihak Jepang melarang pengibaran bendera merah putih. Pelarangan itu dilakukan oleh Jepang, karena sesuai dengan ketentuan intenasional, tentara Jepang yang kalah perang harus tunduk pada ketentuan-ketentuan Sekutu. Sekutu menginstruksikan bahwa tentara Jepang harus menjaga dan memelihara status quo. Artinya, Jepang tidak boleh mengadakan perubahan terhadap sistem pemerintahan di Indonesia sejak 15 Agustus 1945. Dengan kata lain, Jepang harus mencegah setiap aksi pihak Indonesia yang berupaya mengambil alih kekuasaan, baik kekuasaan militer maupun sipil dari pembesar-pembesar Jepang.
Sebaliknya, Indonesia mempunyai pandangan yang berbeda dengan pendirian Jepang. Diproklamirkannya Kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945 mengandung arti bahwa bangsa Indonesia sudah berdaulat di tanah air dan negaranya sendiri, sedangkan Jepang masih tunduk pada perintah Sekutu. Dua pandangan yang berbeda itu menimbulkan berbagai insiden antara rakyat Indonesia termasuk rakyat Aceh dengan tentara Jepang.
Pengibaran bendera merah putih secara resmi di Aceh di lakukan pada 24 Agustus 1945 di halaman kantor Teuku Nyak Arief (sekarang Kantor Wilayah Departemen Agama Aceh), dan di halaman Kantor Shu-Chokan (Gedung Juang). Kedua peristiwa bersejarah itu dipimpin langsung oleh Teuku Nyak Arief. Pengibaran bendera dilakukan oleh Hasyim Naim (mantan Kepala Polisi Aceh pertama) dan Muhammad Amin Bugeh. Selanjutnya, pada 25 Agustus 1945 bendera merah putih dikibarkan pula oleh Ali Hasjmy beserta rekan-rekannya di depan kantor Atjeh Sinbun. Setelah itu, kegiatan pengibaran bendera merah putih semakin semarak dilakukan di tempat-tempat umum di Kutaraja dan sekitarnya. Selama bulan September sampai awal Oktober 1945, pengibaran bendera merah putih telah berlangsung di kota-kota lain di seluruh Aceh seperti di Sigli, Bireun, Lhok Seumawe, Lhok Sukon, Idi, Langsa, Kuala Simpang, Kutacane, Takengon, Meulaboh, Tapaktuan.
Menurut Husin Yusuf berita proklamasi kemerdekaan pertama kali diketahui di Bireun pada 19 Agustus 1945 melalui siaran radio berbahasa Jepang. Ketika itu Husin Yusuf bekerja pada staf inteligen resmi Fojoka dengan pangkat Letnan Gyugun (Husin Yusuf kemudian terkenal sebagai Panglima TNI Divisi X sekitar tahun 1947-1949 dengan pangkat Kolonel TNI/AD). Berita tersebut kemudian disiarkan secara diam-diam kepada perwira Gyugun lainnya, seperti Agus Husein dan pemuka-pemuka masyarakat di Bireun. Kesulitan alat komunikasi, transportasi, dan militer Jepang masih berkuasa, berita proklamasi terlambat diketahui di tempat lain.
Di daerah Aceh Utara, pengibaran bendera merah putih juga dilakukan, di Lhok Sukon pada 29 Agustus 1945, Letnan Gyugun Hasbi Wahidi menerima berita proklamasi melalui utusan Gubernur Sumatera ke Aceh. Pada siang harinya, para pemimpin, tokoh, dan masyarakat mengadakan pertemuan yang dipimpin oleh Letnan Gyugun Hasbi Wahidi. Pada sore harinya upacara pengibaran bendera merah putih dilaksanakan di lapangan bola kaki Lhok Sukon. Di Lhok Seumawe upacara pengibaran bendera merah putih dilaksanakan pada bulan September 1945 bertempat di lapangan bola kaki Lhok Seumawe. Upara pengibaran bendera itu dipimpin oleh Teuku Ibrahim Panglima Agung Cunda, turut pada acara itu adalah Hasan Sab dan Guncho Lhok Seumawe Teuku Abdul Latif.
Pada tanggal 3 Oktober 1945, residen Aceh menerima instruksi dari gubernur Sumatera tentang pengibaran bendera merah putih, maka mulai pukul 06.00 pagi, bendera merah putih berkibar di rumah-rumah penduduk di seluruh Aceh. Demikian juga di kantor-kantor pemerintah dan sekolah-sekolah mengibarkan bendera kebangsaan itu walaupun dilarang oleh Jepang. Menindaklanjuti instruksi tersebut, pada 13 Oktober 1945 Ketua Pusat Komite Nasional Daerah Aceh, Tuanku Mahmud mengeluarkan Maklumat No. 2 berisi pengumuman kepada penduduk supaya mengibarkan bendera merah putih di setiap rumah dengan ketentuan sebagai berikut:
a. Dikibarkan mulai tanggal 13 Oktober sampai tanggal 17 Oktober 1945,
b. Bendera dikibarkan mulai pukul 7 pagi hingga pukul 18.00, dan
c. Jika hari hujan, bendera tidak usah dikibarkan.

B. Pembentukan Pemerintahan Daerah
Sebelum berita proklamasi kemerdekaan sampai ke Aceh, rakyat di daerah ini hanya mengetahui bahwa dari pulau Sumatera terdapat wakil yang ditunjuk untuk mewakili Sumatera sebagai anggota Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia, yaitu Mr. Teuku Muhammad Hasan, Dr. Amir, dan Mr. Abbas. Pada 7 Agustus 1945 mereka berangkat ke Jakarta melalui Singapura untuk menunggu kembalinya Bung Karno dari Saigon. Dari Singapura 14 Agustus 1945 mereka bersama Bung Karno berangkat ke Jakarta.
Mr. Teuku Muhammad Hasan bersama kedua rekannya kembali ke Sumatera melalui Palembang pada 24 Agustus 1945. Di Palembang, Mr. Muhammad Hasan yang telah diangkat menjadi Wakil Pemimpin Besar untuk Sumatera sejak 22 Agustus 1945 meminta kepada DR. A. K. Gani untuk membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah Sumatera Selatan dan menyiarkan berita proklamasi kemerdekaan ke daerah-daerah. Dari Palembang, ketiga tokoh itu meneruskan perjalanan menuju Medan dan singgah di beberapa tempat, seperti Jambi, Bukittinggi, Tarutung, dan sampai di Medan pada 29 Agustus 1945. Di kota-kota yang disinggahi tersebut, Teuku Muhammad Hasan menganjurkan hal yang sama seperti di Sumatera Selatan.
Setelah menerima kawat dari dr. Adnan Kapau Gani dan Muhammad Syafei, Teuku Nyak Arief pada 28 Agustus 1945 mengambil inisiatif membentuk Komite Nasional Indonesia (KNI) Daerah Aceh. Ketua lembaga itu ditetapkan Teuku Nyak Arief, yang semula memangku jabatan Ketua Syu Sangi Kai (Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Aceh) bentukan Jepang, sedangkan wakil ketua dipilih Tuanku Mahmud.
Pada 6 Oktober 1945, Komite Nasional Indonesia Daerah Aceh menerima kawat dari Ketua Barisan Pemuda Indonesia Bireun yang menyatakan bahwa telah berdiri dan melakukan rapat umum Barisan Pemuda Indonesia Bireun. Organisasi itu terdiri atas gabungan delapan perkumpulan pemuda di Bireun yang diketuai oleh Agus dan menyatakan siap sedia berkorban dibawah pimpinan Presiden Sukarno.
Selain itu, atas anjuran Komite Nasional di wilayah Aceh Utara, semua saudagar di Lhok Sukon sepakat membentuk sebuah perkumpulan bernama Perserikatan Saudagar Indonesia (Persi) pada 2 Desember 1945. Tujuannya adalah menyokong negara Republik Indonesia serta membina persatuan dan mengukuhkan hubungan silaturrahmi di kalangan mereka. Seluruh anggota Persi juga mengangkat sumpah membela negara Republik Indonesia.
Komite Nasional Daerah Aceh pada 20 Desember 1945 mengadakan musyawarah di Banda Aceh. Membubarkan susunan pengurusnya yang lama dan menyerahkan kepada suatu komisi yang bekerja sama dengan residen untuk membentuk pengurus baru. Pada 25 Desember 1945 Komite Nasional Daerah Aceh menyusun kepengurusan baru yang terdiri atas 72 anggota dari seluruh Aceh. Mr. S. M. Amin diangkat menjadi Ketua, Hasyim sebagai Ketua Muda, Muchtar sebagai Setia Usaha I, Kamaroesid sebagai Setia Usaha II, dengan pembantu-pembantunya R. Insoen, Hanafiah, dan H. M. Zainuddin. Selain itu, Komite Nasional Daerah Aceh dalam rapatnya memilih sepuluh orang wakil daerah yang duduk dalam Komite Nasional Pusat Sumatera. Mereka terdiri atas Sutikno Padmo Sumarto, Amelz, Teungku Ismail Jakub, Teungku Abdul Wahab (wakil Luhak Aceh Besar), Affan Daulay (wakil Luhak Pidie), M.I. Daud (wakil Luhak Aceh Utara), Karim M. Duryat (wakil Luhak Aceh Timur), H. Mustafa Salim (Wakil Luhak Aceh Tengah). A. Mu'thi, dan M. Abduh Syam (wakil Luhak Aceh Barat).
Gubernur Sumatera pada 28 Desember 1945 mengeluarkan maklumat No.70 yang membagi Keresidenan Aceh menjadi tujuh luhak. Dalam maklumat tersebut ditetapkan sebagai berikut;
1. Luhak Aceh Besar terdiri atas wilayah Banda Aceh, Seulimeum, dan Sabang,
2. Luhak Pidie terdiri atas wilayah Sigli, Lammeulo, dan Meureudu,
3. Luhak Aceh Utara terdiri ataswilayah Bireuen, Lhok Seumawe, dan Lhoksukon,
4. Luhak Aceh Timur terdiri atas wilayah Idi, Langsa, dan Kuala Simpang,
5. Luhak Aceh Tengah, terdiri atas wilayah Takengon, Blangkejeren, dan Kutacane,
6. Luhak Aceh Barat terdiri atas wilayah Calang, Meulaboh, dan Simeulue, dan
7. Luhak Aceh Selatan terdiri atas wilayah Tapak Tuan, Bakongan, dan Singkil.
Pada tanggal yang sama Gubernur Sumatera dengan Surat Ketetapan No. 71 mengangkat kepala-kepala wilayah seluruh Aceh, yaitu T. M. Ali Teunom (kepala wilayah Banda Aceh), T.M. Taib (Seulimeum), Sigli (T. Sabi), T. M. Daud (Lammeulo), T. Mahmud (Meureudu), Raja M. Zainuddin (Takengon), T. Raja Husin (Blangkejeren), Raja Maribun (Kutacane), T. M. Basyah (Lhok Seumawe), T. Idris (Bireuen), T. Cut Raja Pait (Lhok Sukon), T.Ali Basya Langsa (Langsa), T. Ali Basyah Lhok Sukon (Idi), T. Raja Sulung (Kuala Simpang), T. M. Aji (Meulaboh), T. Raja Mahmud (Sinabang), T. Adiyan (Calang), T. M. Taib Wood (Tapak Tuan), T. Johan (Bakongan), dan T. Itam (Singkil). Mereka diberi gaji Rp300 per bulan, kecuali kepala wilayah kelas I Meureudu dan Lhok Seumawe digaji Rp400 per bulan. Pembantu Kepala Wilayah yang diperbantukan pada Kepala Wilayah Meulaboh, T. Hasan Bakongan, diberikan gaji Rp150 rupiah per bulan.
Pada 17 Januari 1946, bertepatan dengan peringatan enam bulan berdiri Negara Republik Indonesia, di Bireun dilakukan rapat umum dan pawai akbar. Rapat umum yang dihadiri puluhan ribu orang itu mengeluarkan mosi sebagai berikut:
1. Berdiri teguh di belakang presiden dan siap mempertahankan kedaulatan Negara Republik Indonesia,
2. Menolak sesuatu pemerintahan yang berbau dominion status, selfgovernment, dan nama lain yang boleh diterima adalah merdeka 100 %,
3. Mempercayai sepenuhnya Kabinet Syahrir, tetapi tidak mengizinkan berembuk lebih jauh dengan pemerintah Belanda sebelum kemerdekaan Indonesia 100 % diakui pemerintahnya dengan tidak ada tawar-menawar,
4. Rakyat wilayah ini yang berjumlah 145.000 jiwa siap sedia dari segala gerakan dan bersatu padu untuk menyokong pemerintah pada tiap kemungkinan dengan jiwa dan raganya,
5. Jangan dibolehkan lagi tentara Inggris maupun Belanda masuk ke Indonesia sebelum diakui kemerdekaan Negara Republik Indonesia,
6. Disanggah sekeras-kerasnya tindakan-tindakan tentara Inggris yang menggencet gerakan rakyat Negara Republik Indonesia, dan
7. Didengung-dengungkan ke luar negeri segala tindakan-tindakan onar yang dilakukan Inggris di Indonesia.
Dalam rangka melengkapi pelaksana-pelaksana dalam pemerintahan selanjutnya, pada 21 Februari 1946 Pemerintah Keresidenan Aceh mengumumkan pegawai-pegawai tinggi sebagai berikut:
1. Asisten Residen d/p Residen Aceh T. M. Amin,
2. Pegawai Tinggi d/p Residen Aceh Teungku Muhammad Daud Beureu-eh dengan pangkat Asisten Residen,
3. Pegawai Tinggi d/p Residen Aceh Nya' Mansoer dengan pangkat Konteler,
4. Pegawai Tinggi d/p Residen Aceh Said Abu Bakar dengan pangkat Konteler,
5. Aspiran Konteler d/p Kepala Wilayah Lhok Seumawe, T. Ali Basyah,
6. Aspiran Konteler d/p Kepala Wilayah Bireuen, Marzuki, dan
7. Aspiran Konteler d/p Kepala Wilayah Lhok Sukon, H. Harun.
Dalam rapat pleno KNI yang berlangsung pada 5 Juni 1946 di Banda Aceh, Komite Nasional Daerah Aceh dibubarkan dan selanjutnya dibentuk Dewan Perwakilan Rakyat Aceh. Rapat yang dipimpin oleh T. Mohd. Daudsyah tersebut juga mendengar uraian dan penjelasan anggota Dewan Perwakilan Sumatera wakil Aceh, yaitu Amelz dan Sutikno Padmosumarto yang baru kembali dari menghadiri Rapat Pleno Dewan Perwakilan Rakyat Sumatera di Bukittinggi. Dengan uraian tersebut dan petunjuk-petunjuk dari anggota rombongan Pemerintah Pusat yang meninjau Aceh, maka semakin jelas pengertian mengenai kedudukan dan tugas-tugas Komite Nasional atau Dewan Perwakilan Rakyat di daerah. Lembaga baru ini (DPR Aceh) terdiri atas lima belas anggota, yaitu dua puluh orang Ketua Cabang Komite Nasional, tujuh orang Bupati, tujuh belas orang wakil partai/perkumpulan, dan 31 orang terkemuka dan cendikiawan. Anggota-anggota tersebut yang mewakili Aceh Utara di antaranya: Muhammad Saridin (Lhok Seumawe), M. Kasim Arsyad (Lhok Sukon), Tgk. Sulaiman Daud (Bupati Aceh Utara), dan A. Gani (Bireuen).
Untuk kesempurnaan jalannya pemerintahan di keresidenan Aceh, gubernur Sumatera melakukan mutasi besar-besaran di kalangan pamongpraja dan kepala-kepala jawatan dengan Ketetapan No.204 tertanggal 11 Agustus 1946 diberhentikan dari pekerjaannya sehingga yang bersangkutan tidak memangku lagi jabatannya sebanyak 33 orang di seluruh Aceh. Dari Aceh Utara, yaitu T. M. Basyah (kepala Wilayah I Lhok Seumawe), T. Idris (Kepala Wilayah Bireuen), dan H. Harun (Kepala Wilayah Lhok Sukon). Mereka digantikan oleh Teungku Abdul Wahab Beureugang menjadi Wedana Lhok Seumawe, Tgk. M. Nur menjadi Wedana Bireuen, dan Teungku Muhammad Usman Aziz sebagai Wedana Lhok Sukon.



C. Merebut Senjata Tentara Jepang
Jepang masih menguasai semua persenjataan meskipun sudah kalah berperang melawan Sekutu. Hal itu disebabkan tentara pendudukan Jepang mendapatkan tugas dari Sekutu untuk memelihara status quo. Pemerintah Jepang tidak boleh menyerahkan kekuasaannnya dan persenjataan kepada Indonesia. Semua persenjataan itu nantinya harus diserahkan kepada tentara Sekutu.
Di lain pihak, senjata-senjata Jepang itu sangat diperlukan oleh laskar-laskar atau badan-badan perjuangan rakyat Aceh untuk menghadapi tentara NICA yang sudah mulai melakukan aksinya di berbagai daerah di di Indonesia.
Pada mulanya pemimpin lasykar rakyat Aceh ingin menempuh secara damai dengan Jepang agar senjatanya diserahkan kepada pejuang-pejuang Aceh. Upaya itu dilakukan untuk menghindari terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan. Janji Jepang untuk menyerahkan persenjataannya kepada pejuang Aceh tidak pernah dipenuhi, maka pemimpina perjuangan rakyat Aceh terpaksa harus menempuh dengan cara kekerasan untuk memperoleh persenjataan dari Jepang. Cara yang demikian menimbulkan bebagai insiden bersenjata yang berakibat jatuhnya korban pada kedua belah pihak, akhirnya Jepang terpaksa menyerahkan senjata-senjatanya kepada pejuang Aceh.
Dengan cara yang demikian Tentara Keamanan Rakyat bersama barisan rakyat berhasil memperoleh senjata dari Jepang. Di Sigli (Pidie) pada akhir November 1945, sebanyak 200 pucuk senjata, di Aceh Utara, yaitu di Bireun dan Lhok Seumawe pada 18 November 1945, masing-masing mendapatkan senjata sebanyak 320 dan 300 pucuk, di Juli pada 20 November 1945 memperoleh enam tank, tiga meriam pantai, tiga senapan mesin, dua truk, 72 karabin, dan tujuh gudang amunisi. Di Gelanggang Labu pada 22 November memperoleh sebanyak 620 pucuk senjata, di Krueng Panjo pada 24 November 1945 terjadi pertempuran sengit selama tiga hari dan berakhir dengan penyerahan 300 pucuk senjata oleh Jepang kepada pejuang Aceh. Di Aceh Timur, terutama di Idi dan Langsa pada 9 dan 13 Desember 1945 memperoleh senjata masing-masing sebanyak 220 dan 300 pucuk. Demikian juga di daerah-daerah lain, seperti Aceh Barat, Aceh Selatan, Aceh Tengah, dan Aceh Tenggara.
Resimen tentara Jepang yang bermarkas di Bireun, menempatkan batalyon-batalyonnya di Samalanga, Lhok Seumawe, dan Lhok Sukon. Selain itu, Jepang menempatkan sebuah resimen tentara yang disebut Suzuki Rensei-Tai dan dua detasemen khusus menjaga lapangan terbang militer darurat di Gelanggang Labu, dekat Matang Geulumpang Dua sekitar 12 km dari kota Bireuen. Sejumlah senjata berat dipusatkan di kota Bireuen. Pasukan itu juga bertugas menjaga dan mengamankan gudang-gudang senjata serta logistik di Desa Juli sekitar 5 km dari Kota Bireuen. Di desa itu Jepang menyimpan alat perlengkapan perang dan gudang amunisi bagi satu resimen tentara Jepang. Dari tempat itu disuplai logistik militer ke Krueng Ulim Samalanga hingga Geudong di Lhok Seumawe.
Usaha mendapatkan senjata Jepang di Bireuen dimulai sejak Oktober 1945, namun belum berhasil. Perundingan antara pihak API yang dibantu oleh mantan Guncho (wedana) Bireuen, T. Idris Panteraja dengan Jepang sudah dilakukan beberapa kali. Akan tetapi, selalu gagal karena pihak Jepang tidak mau menyerahkan senjatanya secara sukarela. Karena tidak menemukan kesepakatan, pemimpin API Bireun meminta T. Hamid Azwar (Kepala Staf API) untuk datang ke Bireun. Wakil Markas Daerah III API (Resimen III) Bireuen adalah T. M. Daud Samalanga dan wakilnya T. Hamzah. Pada pertemuan antara API dengan mantan guncho Bireun diputuskan merubah taktik menghadapi Jepang, yaitu dengan cara intimidasi dan mengerahkan rakyat sebanyak mungkin. WMD III beserta para perwiranya, seperti T. Hamzah, Agus Husin, Nyak Do, Yusuf Ahmad, T. A, Hamdani, Muhammad Amin, Abdul Hamid TOB, A. Rachman Achmady (Bahady), dan para pemuka rakyat, seperti Naam Rasmadin, H. Affan, Marzuki Abu Bakar, Syamsuddin bin Gempa melakukan tekanan terhadap garnisun Jepang di Bireun.
Pada hari pengerahan massa, sejak subuh sudah beribu-ribu rakyat Bireun mengepung tangsi Jepang. Pemimpin WMD III API bersama mantan guncho Bireun akhirnya dapat meyakinkan Jepang bahwa satu-satunya cara terbaik bagi Jepang adalah menyerahkan seluruh senjatanya kepada rakyat Bireuen. Akhirya pada 18 November 1945 Jepang terpaksa menyerahkan seluruh senjata berikut dengan perlengkapannya kepada rakyat Bireun. Penyerahan dilakukan dengan cara serah terima dan penandatanganan naskah oleh masing-masing pihak dan sekaligus dilaksanakan penggantian pengawalan. Penyerahan satu resimen tentara Jepang Suzuki Rensei-Tai kepada Wakil Markas Daerah API/TKR, Mayor Teuku M. Daud Samalanga di Bireuen dilakukan dengan upacara militer. Mayor Teuku Hamid Azwar sebagai Kepala Staf TKR Divisi V Komandemen Sumatera khusus datang dari Kutaraja ke Bireun untuk menyaksikan penyerahan senjata Jepang tersebut.
Penyerahan senjata itu yang mewakili dari pihak Jepang bukan komandannya (Hutaicho) tetapi wakilnya yang berpangkat shosa (mayor), sedangkan yang menerima dari pihak masyarakat Bireun adalah T. M. Daud Samalanga beserta staf WMD III API dan disaksikan juga oleh T. Idris Panteraja (mantan guncho Bireuen) dan Keucik Juli. Penyerahan senjata Jepang kepada API/TKR tanpa terjadi korban pada kedua belah pihak. Pemimpin API (Angkatan Perang Indonesia) wilayah Bireun yang diwakili oleh T. Hamzah menerima 320 pucuk senjata dari Daitaityo Ibi Hara Bireuen dan dihadiri oleh tokoh-tokoh masyarakat antara lain H. Affan, H. Abu Bakar, dan Naam Rosmadin.
Pada 20 November 1945 di Juli dan Geulanggang Labu terjadi pertempuran antara penduduk dengan tentara Jepang. Pertempuran berlangsung selama tiga hari dan berhenti setelah dilakukan pendekatan antara kedua pihak. Juli, pada masa pendudukan Jepang dijadikan basis tempat penyimpanan persenjataan perang untuk pertahanan kawasan sepanjang Krueng Ulim, Samalanga hingga Geudong. Ketika peristiwa itu terjadi, tentara Jepang yang selama ini sangat bangga dengan kemampuannya berperang, merasa terpukul atas penyerbuan tersebut. Mereka lalu menyerahkan enam kenderaan tank, tiga pucuk meriam pantai, tiga pucuk senapan mesin Juki, dua buah truk, 72 pucuk karaben, dan tujuh gudang amunisi.
Perlucutan senjata Jepang di Desa Juli sempat diwarnai bentrokan senjata. Jepang menolak menyerahkan senjata ke API dalam perundingan antara pemimpin pejuang Aceh dengan Nakakubu, pemimpin tentara Jepang. Pada saat perundingan, rakyat sudah mengepung markas persenjataan Jepang. Gerakan perluculan senjata Jepang di Juli dipimpin oleh Keucik Ibrahim dengan Komandan Pasukan Letnan Thaib Bulan dan Jusuf Ahmad, dimulai pada 20 November 1945. Penolakan Jepang untuk menyerahkan senjata membuat rakyat marah. Pasukan API/TKR yang didukung oleh Barisan Rakyat di bawah pemimpin Utoh Husin dan A. R. Mahmudi melakukan penyerbuan ke asrama Angkatan Udara Jepang di Gelanggang Labu sekitar 18 km dari Bireun pada 22 November 1945. Setelah pertempuran berlangsung sekitar tiga jam, Komandan Pangkalan Udara Jepang di Geulanggang Labu mengajak untuk berunding lagi. Hasil perundingan tersebut, Jepang meyerahkan enam puluh pucuk senjata. Penyerahan senjata sebanyak itu belum memuaskan pihak pejuang Aceh sehingga suasana pun belum kondusif. Para pejuang Aceh belum mau meninggalkan pangkalan udara Jepang, sehingga pihak Jepang sangat cemas. Keesokan harinya pasukan angkatan udara Jepang meninggalkan pangkalan dan mengungsi ke Lhok Seumawe.
Perlucutan senjata di Bireuen menyebabkan Garnisun Jepang di Lhok Seumawe segera bereaksi. Pada 24 November 1945 tiga kompi pasukan didatangkan dengan menggunakan 9 dressi dan tiga gerobak kereta api bergerak menuju Bireun dengan maksud menguasai kembali Bireun dan mengambil kembali senjata yang telah diambil oleh API. Dua hari sebelum pengerahan pasukan sudah terlihat kesibukan Jepang mempersiapkan pasukan sambil meminta disediakan kereta api untuk mengangkut pasukan ke Bireuen. Suasana itu dilaporkan ke Markas Daerah API di Kutaraja. Syamaun Gaharu ditugasi mengkoordinir daerah Aceh Utara. API Bireun dikerahkan untuk menghadang Jepang di tempat yang strategis sambil menunggu bantuan dari Kutaraja dan dari daerah lain. API Bireuen memilih Matang Geulumpang Dua sebagai pos komando dan Krueng Panjo sebagai tempat penghadangan.
Dipilihnya Krueng panjo sebagai tempat menghadang tentara Jepang karena dari segi lokasi sangat menguntungkan untuk mengadakan pengepungan. Daerah Krueng Panjo dilintasi oleh jalur kereta api, diperkirakan tentara Jepang akan mempergunakan transportasi kereta api menuju Bireuen. Krueng Panjo berada di daerah persawahan dan terdapat semacam tanggul besar yang digunakan untuk areal persawahan.
Tentara Jepang yang bergerak menuju Bireuen terdiri atas Batalyon satu Resimen III Infantri di bawah komando Mayor Suzuki. Batalyon itu sejak awal ditempatkan di Lhok Seumawe, tetapi satu kompi di antaranya dipulangkan ke Medan dan digantikan dengan kompi lain dari Lhok Sukon. Kesatuan kedua adalah batalyon yang dipimpin oleh Mayor Suzuki berasal dari bekas batalyon pengawal lapangan terbang Blang Pulo dengan komandan Mayor Metsugi. Gabungan kedua batalyon itu disebut Suzuki Butai karena dipimpin oleh Mayor Suzuki. Starategi yang telah disusun oleh Teuku Hamid Azwar dikomunikasikan kepada Komandan Operasi Teuku Hamzah, menginstruksikan agar rel kereta api di Pante Gajah dekat Krueng Panjo yang jaraknya sekitar 3 km sebelum masuk stasiun kereta api Matang Geulumpang Dua, dibongkar agar kereta api tidak dapat lewat. Demikian juga keesokan harinya, jika kerteta api telah melewati daerah sasaran, pasukan API/TKR harus segera membongkar rel kereta api di bagian belakang sehingga kereta api tidak dapat mundur dan kereta api terkurung di tengah.
Di Bireuen, sebuah Komando Operasi segera dibentuk dengan Komandan Operasi Kapten Teuku Hamzah. Dilengkapi dengan empat kompi pasukan API/TKR; Kompi 1 dipimpin Letnan Agus Husin, Kompi II dipimpin oleh Letnan T. A. Hamdani, Kompi III dipimpin oleh Letnan Nyak Do, dan Kompi IV dipimpin oleh Letnan Yusuf Ahmad.
Pasukan Rakyat yang dipersiapkan di antaranya:
1. Barisan Rakyat Kampung Juli dipimpin Keucik Ibrahim,
2. Barisan Rakyat Gelanggaag Labu dipimpin oleh Utoh Husin/AR Mahmudi,
3. Barisan Rakyat Samalanga dipimpin oleh Teungku Sjahbuddin,
4. Barisan Rakyat Jeunib dipimpin oleh M. Ali,
5. Barisan Rakyat Geurugok dipimpin oleh Teuku Zamzam,
6. Barisan Rakyat Peusangan dipimpin oleh Saleh Alamsyah,
7. Barisan Rakyat Krueng Panjo dipimpina oleh Teungku Abdurahman,
8. Barisan Rakyat Bireuen dipimpin oleh Na'am Rasmadin, H. Affan, dan H. Marzuki Abu Bakar,
9. Barisan Rakyat Lhok Seumawe dipimpin oleh T. A. Bakar,
10. Barisau TPI (Tentara Pelajar Islam) Batalyon III Aceh Utara dipimpin oleh Nur Nekmat, M. Sabi, dan Hasry, dan
11. Barisan Rakyat Takengon dipimpin oleh Teungku Muhammad Saleh Adry dan Letnan Dua Ibnu Hajar.
Sehari sebelum pertempuran semua pemimpin pasukan API/TKR dan Laskar Pejuang, seperti Divisi Tgk. Chik Di Tiro (Mujahaidin), Divisi Rencong, Divisi Tgk. Chik Paya Bakong, Batalyon Berani Mati, Komando Resimen Tentara Pelajar Islam, dan Pasukan Barisan Pemuda Bersenjata dikumpulkan di Wakil Markas Daerah III API/TKR Bireuen dipimpin oleh Kapten Teuku Hamzah.
Diinstruksikan bahwa setiap pasukan besoknya pukul 10.00 pagi sudah berada di pos lengkap dengan senjata. Setiap pasukan bertanggung jawab atas tugas-tugas yang telah diinstruksikan. Kontak dengan Lhok Seumawe terus dilakukan untuk memantau apakah kereta api yang membawa pasukan Jepang sudah mulai berangkat. Pukul 12.30 siang, 24 November 1945, kereta api yang membawa satu batalyon tentara Jepang meluncur menuju Bireuen. Masinisnya orang Indonesia segera melompat meninggalkan kereta api setelah melihat kereta api yang ditumpanginya menjadi sasaran tembak pejuang Aceh di Kampung Pante Gajah. Serdadu Jepang segera melepaskan tembakan ke arah masinis yang berusaha kabur itu, tetapi tidak mengenai sasaran karena setiba di tanah, masinis segera berlindung di dalam parit.
Masinis digantikan oleh seorang Jepang yang berusaha menghentikan kereta api tetapi rel di belakang kereta api itu sudah dibongkar sehingga kereta api tidak dapat maju dan mundur. Sejalan dengan pembongkaran rel di belakang kereta api itu muncul pula tembakan-tembakan ke arah kereta api dari segala arah. Serdadu Jepang berlarian dan mencari perlindungan di pematang-pematang sawah. Dua kompi API dari Kutaraja yang dipimpin oleh T. Humid Azwar tiba di tempat kejadian dan langsung megambil alih kendali. Sebelumnya penyerangan dipimpin oleh T. Hamzah Samalanga.
Bersamaan dengan kedatangan Kepala Staf API, T. Hamid Azwar, dibawa serta Muramoto dari Sigli, ia diperlukan untuk menjadi juru bahasa merangkap penghubung alias juru damai. Setelah mendapat hubungan dengan komandan Jepang (Ibihara-tai), maka diadakan perundingan untuk membicarakan tuntutan rakyat. Jepang diminta agar menyerahkan senjata, sebagai imbalannya keselamatan mereka dijamin. Ibihara-tai sendiri sebenaraya sudah menyetujui tuntutan tersebut, tetapi beberapa orang komandan bawahannya menentang, sehingga menimbulkan percekcokan di antara mereka.
Keesokan harinya, 26 November 1945, Jepang mengibarkan bendera putih, pertanda menyerah. Pada peristiwa tersebut banyak jatuh korban di kedua belah pihak. Komandan pasukan Jepang melakukan harakiri dengan pedang samurai. Sebanyak 320 pucuk senjata diserahkan kepada API beserta dengan perlengkapan-perlengkapan lain. Pertempuran di Krueng Panjo dinilai sebagai pertempuran bersejarah, karena telah membangkitkan kepercayaan diri yang besar di kalangan pejuang Aceh karena mampu memaksa tentara Jepang mengangkat bendera putih sebagai tanda menyerah.
Tentara Jepang kemudian menyerbu ke wilayah Aceh Timur, pihak TKR mendatangkan pasukan tambahan dari Kutaraja, Bireuen, Takengon, Lhok Seumawe, dan Lhok Sukon, sedangkan pasukan TKR dan laskar rakyat yang berada di bagian timur, seperti dari Idi dipusatkan di sekitar kota Langsa. Tujuan utama Jepang adalah menguasai kembali Kuala Simpang dan Langsa. Terjadilah pertempuran besar-besaran di sekitar kedua tempat tersebut, seperti Kampung Durian dan Kampung Tupak pada 24 Desember 1945, Kampung Upak dan Bukit Meutuah pada 25 Desember 1945. Setelah pertempuran berlangsung sekitar satu bulan, maka pada 20 Januari 1946, TKR bersama dengan laskar rakyat berhasil mendesak tentara Jepang kembali ke Medan. Dengan demikian, daerah Aceh berhasil dibersihkan dari tentara Jepang dan kekalahannya itu merupakan pukulan berat tidak saja bagi Jepang tetapi juga bagi Sekutu.
....................readmore

gravatar

perjuangan rakyat indonesia melawan penjajah

perjuangan rakyat indonesia melawan penjajah

Setelah tanggal 17 Agustus 1945, perjalanan sejarah perjuangan bangsa Indonesia untuk mewujudkan suatu kemerdekaan yang sempurna belum sepenuhnya berakhir. Hal ini disebabkan juga karena pada saat itu Belanda belum mau mengakui kemerdekaan Indonesia, mereka masih mengklaim bahwa Indonesia merupakan wilayah Kerajaan Belanda.

Dari sinilah berbagai macam perjuangan bersenjata dilakukan oleh para tokoh bangsa ini demi keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Kondisi ini tentunya menjadikan sebuah sejarah tersendiri bagi perkembangan bangsa Indonesia.

Belanda merupakan salah satu negara yang mengisi sejarah perjuangan bangsa Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Sejarah yang dibuat oleh Belanda karena menjajah negara ini tentunya dapat kita rasakan saat ini. Dahulu kala para penjajah Belanda telah membuat kemarahan hampir seluruh rakyat Indonesia yang tidak mau terjadi sejarah yang sama yaitu penjajahan kembali oleh Belanda.

Kemarahan itu diwujudkan juga dalam bentuk – bentuk perlawanan bersenjata. Di berbagai tempat di Indonesia terjadi kontak senjata antara rakyat Indonesia dan tentara Belanda yang memboncengi tentara Sekutu. Di Bandung, Ambarawa, Surabaya serta di beberapa tempat di Sumatera, Bali, Kalimantan, dan Sulawesi terjadi pertempuran dashyat yang melibatkan berbagai elemen masyarakat.

Berikut ini beberapa sejarah perjuangan bersenjata yang terjadi di negara Indonesia yang menjadikan negara ini dapat memperoleh kemerdekaan.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Bandung

Berita penyerahan Jepang kepada Sekutu dan proklamasi kemerdekaan telah beberapa minggu diketahui rakyat Bandung. Para pejuang dan laskar di daerah Bandung berinisiatif melucuti dan mengambil senjata dari gudang-gudang milik Jepang secara damai.

Pertempuran yang tidak seimbang ini memaksa para pejuang dan laskar mengundurkan diri dari pertempuran langsung. Untuk menghindari konflik langsung antara pasukan Sekutu dan para pejuang, Sekutu mengusulkan kepada pemerintah RI agar Bandung dibagi dua wilayah, yaitu jalur kereta api di sebelah utara sebagai wilayah Sekutu dan jalur kereta api di sebelah selatan sebagai wilayah RI.

Kesepakatan ini memaksa para pejuang meninggalkan Bandung Utara pada tanggal 24 November 1945 dengan berat hati. Sambil hijrah ke Selatan, para pejuang membumihanguskan Bandung Utara. Sejarah inilah yang hingga saat ini membuat Bandung sebagai kota lautan api.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Ambarawa

Pertempuran di Ambarawa terjadi antara pemuda Indonesia melawan sekutu. Latar belakang peristiwa ini dimulai ketika pasukan sekutu yang diboncengi oleh NICA berusaha membebaskan orang-orang Belanda yang ditahan Jepang. Setelah bebas, para tawanan kemudian dipersenjatai.

Kejadian ini juga terjadi di Magelang dan Ambarawa. Insiden baru berakhir ketika Presiden Soekarno mengadakan perundingan dengan Jenderal Bethell. Namun hasil perudingan ternyata dilanggar oleh pihak sekutu. Insiden pun meluas menjadi pertempuran antara TKR melawan sekutu. Akhirnya, pada tanggal 21 November 1945, pasukan Sekutu berhasil dipukul mundur dan bertahan di Semarang.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Surabaya

Pertempuran Surabaya berawal dari mendaratnya pasukan Sekutu yang diboncengi pasukan Belanda pada akhir Oktober 1945. Melalui perundingan dengan tokoh-tokoh masyarakat Surabaya dan melucuti tentara Jepang.

Namun pada malam hari tanggal 26 Oktober 1945, Sekutu menyerang penjara Kalisosok. Tentara sekutu membebaskan Kolonel Huiyer, seorang perwira Belanda beserta tentara Belanda lainnya yang ditawan RI. Bahkan keesokan harinya Sekutu menyebarkan pamflet yang berisi perintah agar rakyat Surabaya menyerahkan senjata yang dirampas dari Jepang.

Atas tindakan Sekutu rakyat Surabaya melakukan serangan umum terhadap kedudukan Sekutu di Surabaya. Pertempuran baru berakhir setelah Presiden Soekarno yang datang atas permintaan Sekutu dapat meyakinkan rakyat Surabaya bahwa Sekutu datang hanya untuk melucuti tentara Jepang. Namun, situasi tenang itu hanya berlangsung sebentar sebab ternyata pasukan sekutu terus memperkuat diri.

Karena tidak ada tanggapan maka Sekutu menggempur Surabaya. Pertempuran Surabaya yang melibatkan hampir seluruh penduduk Surabaya itu berlangsung selama tiga minggu. Akibatnya, ribuan korban meninggal, luka-luka, dan gelombang pengungsi ke luar kota. Sejarah ini pula yang menyebabkan kota Surabaya disebut sebagai kota pahlawan.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Sumatera

Perang kemerdekaan terjadi di hampir di seluruh Sumatera antara tahun 1945 sampai 1946. Salah satu perang yang mengguncangkan Sekutu adalah pertempuran Medan (Medan Area). Pertempuran ini bermula ketika para pejuang mulai merebut persenjataan Jepang yang seharusnya diserahkan kepada sekutu.

Rakyat medan menolaknya sehingga terjadi bentrokan keduanya. Sekutu kemudian membuat batasan kekuasaan secara sepihak. Dengan tekad mempertahankan kota Medan mereka membubuhkan tanda tangan pada secarik kertas sebagai tanda setuju melakukan pertahanan dan berikrar bersama. Selain di Medan pertempuran terjadi di Aceh, Padang, dan Bukittinggi.

Di Aceh, Sekutu mengerahkan pasukan – pasukan Jepang untuk menghadapi para pejuang. Terjadilah pertempuran yang dikenal Peristiwa Krueng Panjo/Bireun. Para pejuang Aceh dipimpin oleh Residen Aceh, yakni Teuku Nyak Arief.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Bali

Tidak lama setelah mendengar berita proklamasi kemerdekaan, rakyat Bali dikejutkan dengan kedatangan Sekutu. Sekutu datang dengan diboncengi pasukan Belanda. Situasi pun semakin buruk setelah Belanda ingin membentuk Indonesia Timur.

Kemudian Sekutu melakukan gempuran secara besar-besaran dengan menggunakan pesawat tempur. Pemimpin pasukan Letkol I Gusti Ngurah Rai memerintahkan para pejuang untuk mengadakan perang puputan yang artinya secara habis-habisan. Letkol I Gusti Ngurah Rai akhirnya gugur bersama dengan anak buahnya.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Kalimantan

Perjuangan bersenjata di Kalimantan dilaksanakan dengan bantuan personel dari Jawa. Sejak bulan November 1945 hingga Februari 1946 dikirim beberapa pasukan personel dari Jakarta, Tegal, Panarukan, dan Pekalongan. Pasukan tersebut dikirim ke kota – kota di Kalimantan. Pasukan tersebut bertugas membantu laskar pejuang setempat menegakan kekuasaan RI.

Namun keberadaannya diketahui oleh Sekutu sehingga banyak yang gagal. Sebagian para pejuangnya merupakan para pemuda yang belajar di Jawa. Dari semua pejuang itu hanya sedikit personel yang berhasil bergabung dengan pejuang setempat dan melakukan perlawanan terhadap sekutu.

Sejarah Perjuangan Bersenjata di Sulawesi

Dr. Sam Ratulangi ditunjuk oleh pemerintah pusat sebagai Gubernur Sulawesi dengan tugas pokok menegakan kekuasaan RI di wilayah Sulawesi. Sam Ratulangi ditangkap sekutu sebelum ia berhasil menghimpun segenap kekuatan rakyat Sulawesi. Penagkapannya memicu kemarahan laskar pejuang.

Dibawah pimpinan Ranggong Daeng Romo, Makaraeng Daeng Djarung dan Robert Wolter Monginsidi, mereka berjuang untuk mengusir pasukan sekutu. Dalam pertempuran dashyat Ranggong Daeng Romo gugur, 28 Februari 1947. Sementara itu Wolter Mongonsidi ditangkap oleh Belanda dan dihukum mati. Kematiannya tidak menyurutkan semangat perjuangan rakyat.

Mereka terus melakukan perlawanan gerilya. Dengan dipimpin oleh Mayor Andi Matalata, rakyat terus melakukan perlawanan gerilya. Gangguan yang dilancarkan secara terus menerus oleh rakyat sangat merepotkan Belanda sehingga dibawah pimpinan Kapten Raymond Westerling, melakukan pembersihan dengan cara membunuh rakyat Sulawesi Selatan yang dicurigai mendukung laskar.
....................readmore

gravatar

janji soekarno kepada rakyat aceh

janji soekarno kepada rakyat aceh
Jauh sebelum NKRI berdiri, Nanggroe Aceh Darussalam telah berdaulat sebagai sebuah kerajaan merdeka dan bahkan menjadi bagian dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah.
Hal ini sungguh-sungguh disadari Soekarno (Laknatullah) sehingga dia mengajak dan membujuk Muslim Aceh untuk mau bergabung dengan rakyat Indonesia guna melawan penjajah Belanda. Saat berkunjung ke Aceh tahun 1948, Bung Karno (Laknatullah) dengan sengaja menemui tokoh Aceh, Daud Beureueh. Bung Karno (Laknatullah) selaku Presiden RI menyapa Daud Beureueh dengan sebutan “Kakak” dan terjadilah dialog yang sampai saat ini tersimpan dengan baik dalam catatan sejarah:

Presiden Soekarno (Laknatullah): “Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.”

Daud Beureueh : “Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid.”

Presiden Soekarno (Laknatullah): “Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan merdeka atau syahid.”

Daud Beureueh : “Kalau begitu kedua pendapat kita telah bertemu Saudara Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada Saudara Presiden, bahwa apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya.”

Presiden Soekarno (Laknatullah): “Mengenai hal itu Kakak tak usah khawatir. Sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam.”

Daud Beureueh : “Maafkan saya Saudara Presiden, kalau saya terpaksa mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan suatu kata ketentuan dari Saudara Presiden.”

Presiden Soekarno (Laknatullah): “Kalau demikian baiklah, saya setujui permintaan Kakak itu.”

Daud Beureueh : “Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan hati Saudara Presiden. Kami mohon (sambil menyodorkan secarik kertas kepada presiden) sudi kiranya Saudara Presiden menulis sedikit di atas kertas ini.”

Mendengar ucapan Daud Beureueh itu Bung Karno (Laknatullah) langsung menangis terisak-isak. Airmata yang mengalir telah membasahi bajunya. Dalam keadaan sesenggukan,
Soekarno (Laknatullah) berkata, “Kakak! Kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi presiden. Apa gunanya menjadi presiden kalau tidak dipercaya.”
Dengan tetap tenang, Daud Beureueh menjawab, “Bukan kami tidak percaya, Saudara Presiden. Akan tetapi sekadar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang.”
Sambil menyeka airmatanya, Bung Karno berjanji, “Wallah, Billah, kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan Syariat Islam.
Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanakan Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah Kakak masih ragu-ragu juga?”
Daud Beureueh menjawab, “Saya tidak ragu Saudara Presiden. Sekali lagi, atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Saudara Presiden.”

Dalam suatu wawancara yang dilakukan M. Nur El Ibrahimy dengan Daud Beureueh, Daud Beureueh menyatakan bahwa melihat Bung Karno menangis terisak-isak, dirinya tidak sampai hati lagi untuk bersikeras meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji presiden itu.

Soekarno (Laknatullah) mengucapkan janji tersebut pada tahun 1948. Setahun kemudian Aceh bersedia dijadikan satu provinsi sebagai bagian dari NKRI. Namun pada tahun 1951, belum kering bibir mengucap, Provinsi Aceh dibubarkan pemerintah pusat dan disatukan dengan Provinsi Sumatera Utara.
Jelas, ini menimbulkan sakit hati rakyat Aceh. Aceh yang porak-poranda setelah berperang cukup lama melawan Belanda dan kemudian Jepang, lalu menguras dan menghibahkan seluruh kekayaannya demi mempertahankan keberadaan Republik Indonesia tanpa pamrih, oleh pemerintah pusat bukannya dibangun dan ditata kembali malah dibiarkan terbengkalai.
Bukan itu saja, hak untuk mengurus diri sendiri pun akhirnya dicabut. Rumah-rumah rakyat, dayah-dayah, meunasah-meunasah, dan sebagainya yang hancur karena peperangan melawan penjajah dibiarkan porak-poranda.

Bung Karno (Laknatullah) telah menjilat ludahnya sendiri dan mengkhianati janji yang telah diucapkannya atas nama Allah.

Kenyataan ini oleh rakyat Aceh dianggap sebagai kesalahan yang tidak termaafkan. Pengkhianatan Soekarno terhadap Muslim Aceh merupakan awal dari rentetan pengkhianatan—jika tidak mau dikatakan sebagai konspirasi—yang dilakukan negara terhadap Aceh dan rakyatnya, juga terhadap tokoh-tokoh Islam setelahnya.

Sejarah telah mencatat bagaimana rezim Soekarno (Laknatullah) juga telah melakukan penindasan terhadap umat Islam, terutama di tahun 1959-1965, di saat Soekarno (Laknatullah) bersedia dijadikan presiden seumur hidup dan demokrasi terpimpin. Salah satunya adalah pembubaran Partai Masyumi dan penahanan tokoh-tokohnya. M. Natsir ditahan pada tahun 1961 dan 1966, juga Boerhanoeddin Harahap yang berada dalam tahanan dari tahun 1961 hingga 1967, Prawoto Mangkusasmito, Mohammad Roem, M.Yunan Nasution, E.Z. Muttaqin dan KH Isa Anshary, ditahan pula di Madiun pada tahun 1962. Ghazali Sjahlan, Jusuf Wibisono, Mr. dan Kasman Singodimejo di tahan di Sukabumi. Demikian pula yang menimpa Soemarso Soemarsono, A. Mukti, Djanamar Adjam, KH.M. Syaaf dan lainnya. Mereka adalah tokoh-tokoh Masyumi. Selain ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan yang benar, siksaan juga ditimpakan pada mereka. Salah satu contoh, ini dipaparkan Ridwan Saidi, jika rezim Soekarno (Laknatullah) menyiksa Ustadz Ghazali Sjahlan hingga dia hanya diberi “makanan” berupa tetesan air pisang busuk selama di penjara.

http://mediamuslim.blogdetik.com/pabochech/467/soekarno-megawati-dan-islam-6/
Tambahkan keterangan gambar
Jauh sebelum NKRI berdiri, Nanggroe Aceh Darussalam telah berdaulat sebagai sebuah kerajaan merdeka dan bahkan menjadi bagian dari kekhalifahan Turki Utsmaniyah. Hal ini sungguh-sungguh disadari Soekarno (Laknatullah) sehingga dia mengajak dan membujuk Muslim Aceh untuk mau bergabung dengan rakyat Indonesia guna melawan penjajah Belanda. Saat berkunjung ke Aceh tahun 1948, Bung Karno (Laknatullah) dengan sengaja menemui tokoh Aceh, Daud Beureueh. Bung Karno (Laknatullah) selaku Presiden RI menyapa Daud Beureueh dengan sebutan “Kakak” dan terjadilah dialog yang sampai saat ini tersimpan dengan baik dalam catatan sejarah: Presiden Soekarno (Laknatullah): “Saya minta bantuan Kakak agar rakyat Aceh turut mengambil bagian dalam perjuangan bersenjata yang sekarang sedang berkobar antara Indonesia dan Belanda untuk mempertahankan kemerdekaan yang telah kita proklamirkan pada tanggal 17 Agustus 1945.” Daud Beureueh : “Saudara Presiden! Kami rakyat Aceh dengan segala senang hati dapat memenuhi permintaan Presiden asal saja perang yang akan kami kobarkan itu berupa perang sabil atau perang fisabilillah, perang untuk menegakkan agama Allah sehingga kalau ada di antara kami yang terbunuh dalam perang itu maka berarti mati syahid.” Presiden Soekarno (Laknatullah): “Kakak! Memang yang saya maksudkan adalah perang yang seperti telah dikobarkan oleh pahlawan-pahlawan Aceh yang terkenal seperti Teungku Cik Di Tiro dan lain-lain, yaitu perang yang tidak kenal mundur, perang yang bersemboyan merdeka atau syahid.” Daud Beureueh : “Kalau begitu kedua pendapat kita telah bertemu Saudara Presiden. Dengan demikian bolehlah saya mohon kepada Saudara Presiden, bahwa apabila perang telah usai nanti, kepada rakyat Aceh diberikan kebebasan untuk menjalankan Syariat Islam di dalam daerahnya.” Presiden Soekarno (Laknatullah): “Mengenai hal itu Kakak tak usah khawatir. Sebab 90% rakyat Indonesia beragama Islam.” Daud Beureueh : “Maafkan saya Saudara Presiden, kalau saya terpaksa mengatakan bahwa hal itu tidak menjadi jaminan bagi kami. Kami menginginkan suatu kata ketentuan dari Saudara Presiden.” Presiden Soekarno (Laknatullah): “Kalau demikian baiklah, saya setujui permintaan Kakak itu.” Daud Beureueh : “Alhamdulillah. Atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan terima kasih banyak atas kebaikan hati Saudara Presiden. Kami mohon (sambil menyodorkan secarik kertas kepada presiden) sudi kiranya Saudara Presiden menulis sedikit di atas kertas ini.” Mendengar ucapan Daud Beureueh itu Bung Karno (Laknatullah) langsung menangis terisak-isak. Airmata yang mengalir telah membasahi bajunya. Dalam keadaan sesenggukan, Soekarno (Laknatullah) berkata, “Kakak! Kalau begitu tidak ada gunanya aku menjadi presiden. Apa gunanya menjadi presiden kalau tidak dipercaya.” Dengan tetap tenang, Daud Beureueh menjawab, “Bukan kami tidak percaya, Saudara Presiden. Akan tetapi sekadar menjadi tanda yang akan kami perlihatkan kepada rakyat Aceh yang akan kami ajak untuk berperang.” Sambil menyeka airmatanya, Bung Karno berjanji, “Wallah, Billah, kepada daerah Aceh nanti akan diberi hak untuk menyusun rumah tangganya sendiri sesuai dengan Syariat Islam. Dan Wallah, saya akan pergunakan pengaruh saya agar rakyat Aceh benar-benar dapat melaksanakan Syariat Islam di dalam daerahnya. Nah, apakah Kakak masih ragu-ragu juga?” Daud Beureueh menjawab, “Saya tidak ragu Saudara Presiden. Sekali lagi, atas nama rakyat Aceh saya mengucapkan banyak terima kasih atas kebaikan hati Saudara Presiden.” Dalam suatu wawancara yang dilakukan M. Nur El Ibrahimy dengan Daud Beureueh, Daud Beureueh menyatakan bahwa melihat Bung Karno menangis terisak-isak, dirinya tidak sampai hati lagi untuk bersikeras meminta jaminan hitam di atas putih atas janji-janji presiden itu. Soekarno (Laknatullah) mengucapkan janji tersebut pada tahun 1948. Setahun kemudian Aceh bersedia dijadikan satu provinsi sebagai bagian dari NKRI. Namun pada tahun 1951, belum kering bibir mengucap, Provinsi Aceh dibubarkan pemerintah pusat dan disatukan dengan Provinsi Sumatera Utara. Jelas, ini menimbulkan sakit hati rakyat Aceh. Aceh yang porak-poranda setelah berperang cukup lama melawan Belanda dan kemudian Jepang, lalu menguras dan menghibahkan seluruh kekayaannya demi mempertahankan keberadaan Republik Indonesia tanpa pamrih, oleh pemerintah pusat bukannya dibangun dan ditata kembali malah dibiarkan terbengkalai. Bukan itu saja, hak untuk mengurus diri sendiri pun akhirnya dicabut. Rumah-rumah rakyat, dayah-dayah, meunasah-meunasah, dan sebagainya yang hancur karena peperangan melawan penjajah dibiarkan porak-poranda. Bung Karno (Laknatullah) telah menjilat ludahnya sendiri dan mengkhianati janji yang telah diucapkannya atas nama Allah. Kenyataan ini oleh rakyat Aceh dianggap sebagai kesalahan yang tidak termaafkan. Pengkhianatan Soekarno terhadap Muslim Aceh merupakan awal dari rentetan pengkhianatan—jika tidak mau dikatakan sebagai konspirasi—yang dilakukan negara terhadap Aceh dan rakyatnya, juga terhadap tokoh-tokoh Islam setelahnya. Sejarah telah mencatat bagaimana rezim Soekarno (Laknatullah) juga telah melakukan penindasan terhadap umat Islam, terutama di tahun 1959-1965, di saat Soekarno (Laknatullah) bersedia dijadikan presiden seumur hidup dan demokrasi terpimpin. Salah satunya adalah pembubaran Partai Masyumi dan penahanan tokoh-tokohnya. M. Natsir ditahan pada tahun 1961 dan 1966, juga Boerhanoeddin Harahap yang berada dalam tahanan dari tahun 1961 hingga 1967, Prawoto Mangkusasmito, Mohammad Roem, M.Yunan Nasution, E.Z. Muttaqin dan KH Isa Anshary, ditahan pula di Madiun pada tahun 1962. Ghazali Sjahlan, Jusuf Wibisono, Mr. dan Kasman Singodimejo di tahan di Sukabumi. Demikian pula yang menimpa Soemarso Soemarsono, A. Mukti, Djanamar Adjam, KH.M. Syaaf dan lainnya. Mereka adalah tokoh-tokoh Masyumi. Selain ditangkap dan ditahan tanpa proses pengadilan yang benar, siksaan juga ditimpakan pada mereka. Salah satu contoh, ini dipaparkan Ridwan Saidi, jika rezim Soekarno (Laknatullah) menyiksa Ustadz Ghazali Sjahlan hingga dia hanya diberi “makanan” berupa tetesan air pisang busuk selama di penjara.
....................readmore

gravatar

sejarah aceh

sejarah aceh

Malik Al Saleh
Sebelum Dinasti Usmaniyah di Turki berdiri pada tahun 699 H-1341 H atau bersamaan dgn tahun 1385 M-1923 M ternyata nun jauh di belahan dunia sebelah timur di dunia bagian Asia telah muncul Kerajaan Islam Samudera-Pasai yg berada di wilayah Aceh yg didirikan oleh Meurah Silu (Meurah berarti Maharaja dalam bahasa Aceh) yg segera berganti nama setelah masuk Islam dgn nama Malik al-Saleh yg meninggal pada tahun 1297. Dimana pengganti tak jelas namun pada tahun 1345 Samudera-Pasai diperintah oleh Malik Al Zahir cucu daripada Malik al-Saleh.

Samudera Pasai - Lahir Kerajaan Islam Samudera Pasai
Kedaulatan kerajaan Sriwijaya (684 M- 1377 M) dibawah dinasti Syailendra dgn raja yg pertama Balaputera Dewa yg berpusat di Palembang Sumatera Selatan makin kuat dan daerah semakin meluas setelah daerah kerajaan Melayu; Tulang Bawang Pulau Bangka Jambi Genting Kra dan daerah Jawa Barat didudukinya. Ketika Sriwijaya sedang mencapai puncak kekuatan ternyata mengundang raja Rajendra Chola dari Chola di India selatan tak bisa menahan nafsu serakah maka pada tahun 1023 lahirlah serangan dari raja India selatan ini kepada Sriwijaya.
Dalam pertempuran dinasti Syailendra tak mampu menahan serangan tentara India selatan ini raja Sriwijaya ditawan dan tentara Chola dari India selatan ini kembali ke negerinya. Walaupun Sriwijaya bisa dilumpuhkan tetapi tetap kerajaan Buddha ini hidup sampai pada tahun 1377. Disaat-saat Sriwijaya ini lemah muncullah kerajaan Islam Samudera-Pasai di Aceh dgn raja Malik Al Saleh dan diteruskan oleh cucu Malik Al Zahir.

Politik Samudera Pasai bertentangan dgn Politik Gajah Mada
Gajah Mada yg diangkat sebagai patih di Kahuripan (1319-1321) oleh raja Jayanegara dari Majapahit. Dan pada tahun 1331 naik pangkat Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit yg diangkat oleh raja Tribuana Tunggadewi.
Ketika pelantikan Gajah Mada menjadi mahapatih Majapahit inilah keluar ucapan yg disebut dgn sumpah palapa yg berisikan "dia tak akan menikmati palapa sebelum seluruh Nusantara berada dibawah kekuasaan kerajaan Majapahit". Ternyata dgn dasar sumpah palapa inilah Gajah Mada merasa tak senang ketika mendengar dan melihat bahwa Samudera Pasai di Aceh makin berkembang dan maju. Pada tahun 1350 Majapahit ingin menggempur Samudera Pasai tetapi Majapahit tak pernah mencapai kerajaan Samudra Pasai krn di hadang askar Sriwijaya. Selama 27 tahun Majapahit dendam terhadap kerajaan Sriwijaya dan kemudian pada tahun 1377 giliran Sriwijaya digempur sehingga habislah riwayat Sriwijaya sebagai negara Budha yg berpusat di Palembang ini.

Sultan Iskandar Muda
Aceh merupakan negeri yg amat kaya dan makmur pada masa kejayaannya. Menurut seorang penjelajah asal Perancis yg tiba pada masa kejayaan Aceh di zaman Sultan Iskandar Muda Meukuta Perkasa Alam kekuasaan Aceh mencapai pesisir barat Minangkabau Sumatera Timur hingga Perak di semenanjung Malaysia.Aceh merupakan salah satu bangsa di pulau Sumatra yg memiliki tradisi militer dan pernah menjadi bangsa terkuat di Selat Malaka yg meliputi wilayah Sumatra dan Semenanjung Melayu ketika dibawah kekuasaan Iskandar Muda.
Sultan Iskandar Muda kemudian menikah dgn seorang putri dari Kesultanan Pahang. Putri ini dikenal dgn nama Putroe Phang. Konon krn terlalu cinta sang Sultan dgn istri Sultan memerintahkan pembangunan Gunongan di tengah Medan Khayali (Taman Istana) sebagai tanda cintanya. Kabar sang puteri selalu sedih krn memendam rindu yg amat sangat terhadap kampung halaman yg berbukit-bukit. Oleh krn itu Sultan membangun Gunongan utk mengubati rindu sang puteri. Hingga saat ini Gunongan masih dapat disaksikan dan dikunjungi.

Aceh melawan Portugis
Ketika kerajaan Islam Samudera Pasai dalam krisis maka kerajaan Islam Malaka yg muncul dibawah Parameswara (Paramisora) yg berganti nama setelah masuk Islam dgn panggilan Iskandar Syah. Kerajaan Islam Malaka ini maju pesat sampai pada tahun 1511 ketika Portugis dibawah pimpinan Albuquerque dgn armada menaklukan Malaka.
Ketika Malaka jatuh ke tangan Portugis kembali Aceh bangkit dibawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Yang diteruskan oleh Sultan Salahuddin (1528-1537). Sultan Alauddin Riayat Syahal Kahar (1537-1568). Sultan Ali Riyat Syah (1568-1573). Sultan Seri Alam (1576. Sultan Muda (1604-1607). Sultan Iskandar Muda gelar marhum mahkota alam (1607-1636). Semua serangan yg dilancarkan pihak Portugis dapat ditangkisnya.

Pada abad ke-16 Ratu Inggris yg paling berjaya Elizabeth I sang Perawan mengirim utusan bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan pula mengirim surat bertujuan "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam" serta seperangkat perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggeris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg amat berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih". Hubungan yg misra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dgn nama Meriam Raja James.

Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits -pendiri dinasti Oranje- juga pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn dihadiri ileh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara agama nasrani di pekarangan sebuah Gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yg dirasmikan oleh Mendinag Yang Mulia Pangeran Bernard suami menidiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Maha Mulia Ratu Beatrix.

Pada masa Iskandar muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap sultan Empayar Turki Uthmaniyyah yg berkedudukan di Konstantinompel. Kerana saat itu sultan Turki Uthmaniyyah sedang gering maka utusan kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersbut pula masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjut sultan Turki Uthmaniyyah mengirimkan sebuha bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Kerajaan Aceh pula menerima kunjungan utusan Diraja Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg amat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhir mereka mempersembahkan seripah cermin tersbut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskanda Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan melayu yg memiliki Bale Ceureumin atau Hall of Mirror di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari 2 kilometer. Istana tersbut bernama Istana Dalam Darud Dunya. Didalam meliputi Medan Khayali dan medan Khaerani yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar muda juga memerintahkan utk memindahkan aliran sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istananya. Disanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.

Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik 4 Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah. Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96an orang 1/4 diantara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan keberatan akan seorang Wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah masa kejayaan wanita di Aceh.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan aceh sempat meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikta di Singapura yg disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan kepada Empayar Turki Uthmaniyyah. Namun Empayar Turki Uthmaniyyah kala itu sudah mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam urusan Aceh dan Belanda.

Hubungan dgn Barat - Inggris
Pada abad ke-16 Ratu Inggris Elizabeth I mengirimkan utusan bernama Sir James Lancester kepada Kerajaan Aceh dan mengirim surat yg ditujukan: "Kepada Saudara Hamba Raja Aceh Darussalam." serta seperangkat perhiasan yg tinggi nilainya. Sultan Aceh kala itu menerima maksud baik "saudarinya" di Inggris dan mengizinkan Inggris utk berlabuh dan berdagang di wilayah kekuasaan Aceh. Bahkan Sultan juga mengirim hadiah-hadiah yg berharga termasuk sepasang gelang dari batu rubi dan surat yg ditulis di atas kertas yg halus dgn tinta emas. Sir James pun dianugerahi gelar "Orang Kaya Putih".
Sultan Aceh pun membalas surat dari Ratu Elizabeth I. Berikut cuplikan isi surat Sultan Aceh yg masih disimpan oleh pemerintah kerajaan Inggris tertanggal tahun 1585:
I am the mighty ruler of the Regions below the wind who holds sway over the land of Aceh and over the land of Sumatra and over all the lands tributary to Aceh which stretch from the sunrise to the sunset.
(Hambalah sang penguasa perkasa Negeri-negeri di bawah angin yg terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatra dan atas seluruh wilayah wilayah yg tunduk kepada Aceh yg terbentang dari ufuk matahari terbit hingga matahari terbenam).

Hubungan yg mesra antara Aceh dan Inggris dilanjutkan pada masa Raja James I dari Inggris dan Skotlandia. Raja James mengirim sebuah meriam sebagai hadiah utk Sultan Aceh. Meriam tersebut hingga kini masih terawat dan dikenal dgn nama Meriam Raja James.

Hubungan dgn Barat - Belanda
Selain Kerajaan Inggris Pangeran Maurits – pendiri dinasti Oranje– juga pernah mengirim surat dgn maksud meminta bantuan Kesultanan Aceh Darussalam. Sultan menyambut maksud baik mereka dgn mengirimkan rombongan utusan ke Belanda. Rombongan tersebut dipimpin oleh Tuanku Abdul Hamid. Rombongan inilah yg dikenal sebagai orang Indonesia pertama yg singgah di Belanda. Dalam kunjungan Tuanku Abdul Hamid sakit dan akhir meninggal dunia. Ia dimakamkan secara besar-besaran di Belanda dgn dihadiri oleh para pembesar-pembesar Belanda. Namun krn orang Belanda belum pernah memakamkan orang Islam maka beliau dimakamkan dgn cara agama Nasrani di pekarangan sebuah gereja. Kini di makam beliau terdapat sebuah prasasti yg diresmikan oleh Mendiang Yang Mulia Pangeran Bernhard suami mendiang Ratu Juliana dan Ayahanda Yang Mulia Ratu Beatrix.

Hubungan dgn Barat - Ottoman
Pada masa Iskandar Muda Kerajaan Aceh mengirim utusan utk menghadap Sultan Kekaisaran Ottoman yg berkedudukan di Konstantinopel. Karena saat itu Sultan Ottoman sedang gering maka utusan Kerajaan Aceh terluntang-lantung demikian lama sehingga mereka harus menjual sedikit demi sedikit hadiah persembahan utk kelangsungan hidup mereka. Lalu pada akhir ketika mereka diterima oleh sang Sultan persembahan mereka hanya tinggal Lada Sicupak atau Lada sekarung. Namun sang Sultan menyambut baik hadiah itu dan mengirimkan sebuah meriam dan beberapa orang yg cakap dalam ilmu perang utk membantu kerajaan Aceh. Meriam tersebut pula masih ada hingga kini dikenal dgn nama Meriam Lada Sicupak. Pada masa selanjut Sultan Ottoman mengirimkan sebuah bintang jasa kepada Sultan Aceh.

Hubungan dgn Barat - Perancis
Kerajaan Aceh juga menerima kunjungan utusan Kerajaan Perancis. Utusan Raja Perancis tersebut semula bermaksud menghadiahkan sebuah cermin yg sangat berharga bagi Sultan Aceh. Namun dalam perjalanan cermin tersebut pecah. Akhir mereka mempersembahkan serpihan cermin tersebut sebagai hadiah bagi sang Sultan. Dalam buku Danis Lombard mengatakan bahwa Sultan Iskandar Muda amat menggemari benda-benda berharga. Pada masa itu Kerajaan Aceh merupakan satu-satu kerajaan Melayu yg memiliki Balee Ceureumeen atau Aula Kaca di dalam Istananya. Menurut Utusan Perancis tersebut Istana Kesultanan Aceh luas tak kurang dari dua kilometer. Istana tersebut bernama Istana Dalam Darud Do (kini Meuligo Aceh kediaman Gubernur). Di dalam meliputi Medan Khayali dan Medan Khaerani yg mampu menampung 300 ekor pasukan gajah. Sultan Iskandar Muda juga memerintahkan utk memindahkan aliran Sungai Krueng Aceh hingga mengaliri istana (sungai ini hingga sekarang masih dapat dilihat mengalir tenang di sekitar Meuligoe). Di sanalah sultan acap kali berenang sambil menjamu tetamu-tetamunya.

Pasca-Sultan Iskandar Thani
Kerajaan Aceh sepeninggal Sultan Iskandar Thani mengalami kemunduran yg terus menerus. Hal ini disebabkan kerana naik empat Sultanah berturut-turut sehingga membangkitkan amarah kaum Ulama Wujudiyah. Padahal Seri Ratu Safiatudin Seri Tajul Alam Syah Berdaulat Zilullahil Filalam yg merupakan Sultanah yg pertama adl seorang wanita yg amat cakap. Ia merupakan puteri Sultan Iskandar Muda dan Isteri Sultan Iskandar Thani. Ia pula menguasai 6 bahasa Spanyol Belanda Aceh Melayu Arab dan Parsi. Saat itu di dalam Parlemen Aceh yg beranggotakan 96 orang 1/4 di antara adl wanita. Perlawanan kaum ulama Wujudiyah berlanjut hingga datang fatwa dari Mufti Besar Mekkah yg menyatakan keberatan akan seorang wanita yg menjadi Sultanah. Akhir berakhirlah masa kejayaan wanita di Aceh.

Datang Pihak kolonial Ke Aceh
Kesultanan Aceh terlibat perebutan kekuasaan yg berkepanjangan sejak awal abad ke-16 pertama dgn Portugal lalu sejak abad ke-18 dgn Britania Raya (Inggris) dan Belanda. Pada akhir abad ke-18 Aceh terpaksa menyerahkan wilayah di Kedah dan Pulau Pinang di Semenanjung Melayu kepada Britania Raya.
Pada tahun 1824 Perjanjian Britania-Belanda ditandatangani di mana Britania menyerahkan wilayah di Sumatra kepada Belanda. Pihak Britania mengklaim bahwa Aceh adl koloni mereka meskipun hal ini tak benar. Pada tahun 1871 Britania membiarkan Belanda utk menjajah Aceh kemungkinan utk mencegah Perancis dari mendapatkan kekuasaan di kawasan tersebut.

Perang Aceh
Tahun 1873 pecah perang Aceh melawan Belanda. Perang Aceh disebabkan karena:
1. Belanda menduduki daerah Siak. Akibat dari perjanjian Siak 1858. Dimana Sultan Ismail menyerahkan daerah Deli Langkat Asahan dan Serdang kepada Belanda padahal daerah-daerah itu sejak Sultan Iskandar Muda ada dibawah kekuasaan Aceh.
2. Belanda melanggar Siak maka berakhirlah perjanjian London (1824). Dimana isi perjanjian London adl Belanda dan Inggris membuat ketentuan tentang batas-batas kekuasaan kedua daerah di Asia Tenggara yaitu dgn garis lintang Sinagpura. Kedua mengakui kedaulatan Aceh.
3. Aceh menuduh Belanda tak menepati janji sehingga kapal-kapal Belanda yg lewat perairan Aceh ditenggelamkan Aceh. Perbuatan Aceh ini disetujui Inggris krn memang Belanda bersalah.
4. Di buka terusan Suez oleh Ferdinand de Lessep. Menyebabkan perairan Aceh menjadi sangat penting utk lalulintas perdagangan.
5. Dibuat Perjanjian Sumatera 1871 antara Inggris dan Belanda yg isi Inggris memberika keleluasaan kepada Belanda utk mengambil tindakan di Aceh. Belanda harus menjaga keamanan lalulintas di Selat Sumatera. Belanda mengizinkan Inggris bebas berdagang di Siak dan menyerahkan daerah di Guinea Barat kepada Inggris.
6. Akibat perjanjian Sumatera 1871 Aceh mengadakan hubungan diplomatik dgn Konsul Amerika Italia Turki di Singapura. Dan mengirimkan utusan ke Turki 1871.
7. Akibat hubungan diplomatik Aceh dgn Konsul Amerika Italia dan Turki di Singapura Belanda menjadikan itu sebagai alasan utk menyerang Aceh. Wakil Presiden Dewan Hindia Nieuwenhuyzen dgn 2 kapal perang datang ke Aceh dan meminta keterangan dari Sultan Machmud Syah tengtang apa yg sudah dibicarakan di Singapura itu tetapi Sultan Machmud menolak utk memberikan keterangan.

Belanda menyatakan perang terhadap Aceh pada 26 Maret 1873 setelah melakukan beberapa ancaman diplomatik. Sebuah ekspedisi dgn 3.000 serdadu yg dipimpin Mayor Jenderal Köhler dikirimkan pada tahun 1874 namun dikalahkan tentara Aceh di bawah pimpinan Panglima Polem dan Sultan Machmud Syah yg telah memodernisasikan senjatanya. Köhler sendiri berhasil dibunuh pada tanggal 10 April 1873

Ekspedisi kedua di bawah pimpinan Jenderal van Swieten berhasil merebut istana sultan. Ketika Sultan Machmud Syah wafat 26 Januari 1874 digantikan oleh Tuanku Muhammad Dawot yg dinobatkan sebagai Sultan di masjid Indragiri. Pada 13 Oktober 1880 pemerintah kolonial menyatakan bahwa perang telah berakhir. Bagaimanapun perang dilanjutkan secara gerilya dan perang fisabilillah dikobarkan di mana sistem perang gerilya ini dilangsungkan sampai tahun 1904.
Pada masa perang dgn Belanda Kesultanan Aceh sempat meminta bantuan kepada perwakilan Amerika Serikat di Singapura yg disinggahi Panglima Tibang Muhammad dalam perjalanan menuju Pelantikan Kaisar Napoleon III di Perancis. Aceh juga mengirim Habib Abdurrahman utk meminta bantuan kepada Kekaisaran Ottoman. Namun Kekaisaran Ottoman kala itu sudah mengalami masa kemunduran. Sedangkan Amerika menolak campur tangan dalam urusan Aceh dan Belanda.

Perang kembali berkobar pada tahun 1883. Pasukan Belanda berusaha membebaskan para pelaut Britania yg sedang ditawan di salah satu wilayah kekuasaan Kesultanan Aceh dan menyerang kawasan tersebut. Sultan Aceh menyerahkan para tawanan dan menerima bayaran yg cukup besar sebagai gantinya. Sementara itu Menteri Perang Belanda Weitzel kembali menyatakan perang terbuka melawan Aceh. Belanda kali ini meminta bantuan para pemimpin setempat di antara Teuku Umar. Teuku Umar diberikan gelar panglima prang besar dan pada 1 Januari 1894 bahkan menerima dana bantuan Belanda utk membangun pasukannya. Ternyata dua tahun kemudian Teuku Umar malah menyerang Belanda dgn pasukan baru tersebut. Dalam perang gerilya ini Teuku Umar bersama Panglima Polem dan Sultan terus tanpa pantang mundur. Tetapi pada tahun 1899 ketika terjadi serangan mendadak dari pihak Van Der Dussen di Meulaboh Teuku Umar gugur. Tetapi Cut Nya Dien istri Teuku Ummar siap tampil menjadi komandan perang gerilya.

Pada 1892 dan 1893 pihak Belanda menganggap bahwa mereka telah gagal merebut Aceh. Dr. Snoeck Hurgronje seorang ahli Islam dari Universitas Leiden yg telah berhasil mendapatkan kepercayaan dari banyak pemimpin Aceh kemudian memberikan saran kepada Belanda agar serangan mereka diarahkan kepada para ulama bukan kepada sultan. Saran ini ternyata berhasil. Dr Snouck Hurgronye yg menyamar selama 2 tahun di pedalaman Aceh utk meneliti kemasyarakatan dan ketatanegaraan Aceh. Hasil kerja itu dibukukan dgn judul Rakyat Aceh ( De Acehers). Dalam buku itu disebutkan rahasia bagaimana utk menaklukkan Aceh.

Isi nasehat Snouck Hurgronye kepada Gubernur Militer Belanda yg bertugas di Aceh adalah
1. Mengesampingkan golongan Keumala (yaitu Sultan yg berkedudukan di Keumala) beserta pengikutnya.
2. Senantiasa menyerang dan menghantam kaum ulama.
3. Jangan mau berunding dgn para pimpinan gerilya.
4. Mendirikan pangkalan tetap di Aceh Raya.
5. Menunjukkan niat baik Belanda kepada rakyat Aceh dgn cara mendirikan langgar masjid memperbaiki jalan-jalan irigasi dan membantu pekerjaan sosial rakyat Aceh.

Pada tahun 1898 J.B. van Heutsz dinyatakan sebagai gubernur Aceh pada 1898-1904 kemudian Dr Snouck Hurgronye diangkat sebagai penasehat dan bersama letnan Hendrikus Colijn (kelak menjadi Perdana Menteri Belanda) merebut sebagian besar Aceh.

Sultan M. Daud akhir meyerahkan diri kepada Belanda pada tahun 1903 setelah dua istri anak serta ibunda terlebih dahulu ditangkap oleh Belanda. Kesultanan Aceh akhir jatuh seluruh pada tahun 1904. Istana Kesultanan Aceh kemudian di luluhlantakkan dan diganti dgn bangunan baru yg sekarang dikenal dgn nama Pendopo Gubernur. Pada tahun tersebut hampir seluruh Aceh telah direbut Belanda.

Taktik perang gerilya Aceh ditiru oleh Van Heutz dimana dibentuk pasukan marsuse yg dipimpin oleh Christoffel dgn pasukan Colone Macan yg telah mampu dan menguasai pegunungan-pegunungan hutan-hutan rimba raya Aceh utk mencari dan mengejar gerilyawan-gerilyawan Aceh.

Taktik berikut yg dilakukan Belanda adl dgn cara penculikan anggota keluarga Gerilyawan Aceh. Misal Christoffel menculik permaisuri Sultan dan Tengku Putroe (1902). Van Der Maaten menawan putera Sultan Tuanku Ibrahim. Akibat Sultan menyerah pada tanggal 5 Januari 1902 ke Sigli dan berdamai. Van Der Maaten dgn diam-diam menyergap Tangse kembali Panglima Polem dapat meloloskan diri tetapi sebagai ganti ditangkap putera Panglima Polem Cut Po Radeu saudara perempuan dan beberapa keluarga terdekatnya. Akibat Panglima Polem meletakkan senjata dan menyerah ke Lo Seumawe (1903). Akibat Panglima Polem menyerah banyak penghulu-penghulu rakyat yg menyerah mengikuti jejak Panglima Polem.

Taktik selanjut pembersihan dgn cara membunuh rakyat Aceh yg dilakukan dibawah pimpinan Van Daalen yg menggantikan Van Heutz. Seperti pembunuhan di Kuta Reh (14 Juni 1904) dimana 2922 orang dibunuh yg terdiri dari 1773 laki-laki dan 1149 perempuan.

Taktik terakhir menangkap Cut Nya Dien istri Teuku Umar yg masih melakukan perlawanan secara gerilya dimana akhir Cut Nya Dien dapat ditangkap dan diasingkan ke Sumedang Jawa Barat.
Surat Perjanjian Pendek Tanda Menyerah Ciptaan Van Heutz

Van Heutz telah menciptakan surat pendek penyerahan yg harus ditandatangani oleh para pemimpin Aceh yg telah tertangkap dan menyerah. Dimana isi dari surat pendek penyerahan diri itu berisikan Raja (Sultan) mengakui daerah sebagai bagian dari daerah Hindia Belanda. Raja berjanji tak akan mengadakan hubungan dgn kekuasaan di luar negeri. Berjanji akan mematuhi seluruh perintah-perintah yg ditetapkan Belanda. (RH Saragih J Sirait M Simamora Sejarah Nasional 1987)

Bangkit Nasionalisme Aceh
Sementara pada masa kekuasaan Belanda bangsa Aceh mulai mengadakan kerjasama dgn wilayah-wilayah lain di Indonesia dan terlibat dalam berbagai gerakan nasionalis dan politik. Sarekat Islam sebuah organisasi dagang Islam yg didirikan di Surakarta pada tahun 1912 tiba di Aceh pada sekitar tahun 1917. Ini kemudian diikuti organisasi sosial Muhammadiyah pada tahun 1923. Muhammadiyah membangun sebuah sekolah Islam di Kutaraja (kini bernama Banda Aceh) pada tahun 1929. Kemudian pada tahun 1939 Partai Indonesia Raya (Parindra) membukan cabang di Aceh menjadi partai politik pertama di sana. Pada tahun yg sama para ulama mendirikan PUSA(Persatuan Ulama Seluruh Aceh) sebuah organisasi anti-Belanda.

Perang Dunia II
Aceh kian hari kian terlibat dalam gerakan nasionalis Indonesia. Saat Volksraad (parlemen) dibentuk Teuku Nyak Arif terpilih sebagai wakil pertama dari Aceh. (Nyak Arif lalu dilantik sebagai gubernur Aceh oleh gubernur Sumatra pertama Moehammad Hasan).

Seperti banyak penduduk Indonesia dan Asia Tenggara lain rakyat Aceh menyambut kedatangan tentara Jepang saat mereka mendarat di Aceh pada 12 Maret 1942 krn Jepang berjanji membebaskan mereka dari penjajahan. Namun ternyata pemerintahan Jepang tak banyak berbeda dari Belanda. Jepang kembali merekrut para uleebalang utk mengisi jabatan Gunco dan Sunco (kepala adistrik dan subdistrik). Hal ini menyebabkan kemarahan para ulama dan memperdalam perpecahan antara para ulama dan uleebalang. Pemberontakan terhadap Jepang pecah di beberapa daerah termasuk di Bayu dekat Lhokseumawe pada tahun 1942 yg dipimpin Teungku Abdul Jalil dan di Pandrah Jeunieb pada tahun 1944.

Masa Republik Indonesia- Aceh Tidak Termasuk Anggota Negara-negara Bagian RIS
41 tahun kemudian semenjak selesai perang Aceh Indonesia diproklamasikan oleh Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Ternyata perjuangan utk bebas dari cengkraman Belanda belum selesai sebelum Van Mook menciptakan negara-negara boneka yg tergabung dalam RIS (Republik Indonesia Serikat).
Dimana ternyata Aceh tak termasuk negara bagian dari federal hasil ciptaan Van Mook yg meliputi seluruh Indonesia yaitu yg terdiri dari:
1. Negara RI yg meliputi daerah status quo berdasarkan perjanjian Renville.
2. Negara Indonesia Timur.
3. Negara Pasundan termasuk Distrik Federal Jakarta
4. Negara Jawa Timur
5. Negara Madura
6. Negara Sumatra Timur termasuk daerah status quo Asahan Selatan dan Labuhan Batu
7. Negara Sumatra Selatan
8. Satuan-satuan kenegaraan yg tegak sendiri seperti Jawa Tengah Bangka-Belitung Riau Daerah Istimewa Kalimantan Barat Dayak Besar Daerah Banjar Kalimantan Tenggara dan Kalimantan Timur.
9. Daerah.daerah Indonesia selebih yg bukan daerah-daerah bagian.
Yang terpilih menjadi Presiden RIS adl Soekarno dalam sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS pada tanggal 15-16 Desember 1949. Pada tanggal 17 Desember 1949 Presiden Soekarno dilantik menjadi Presiden RIS. Sedang utk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta. Kabinet dan Perdana Menteri RIS dilantik pada tanggal 20 Desember 1949.

Pengakuan Belanda Kepada Kedaulatan RIS Tanpa Aceh
Belanda dibawah Ratu Juliana Perdana Menteri Dr. Willem Drees Menteri Seberang Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan tandatangan pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara pengakuan kedaulatan RIS pada tanggal 27 Desember 1949. Pada tanggal yg sama di Yogyakarta dilakukan penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yg sama Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu upacara bersama-sama membubuhkan tandangan pada naskah penyerahan kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949 Sekretariat Negara RI 1986)

Kembali Ke Negara Kesatuan Republik Indonesia
Tanggal 8 Maret 1950 Pemerintah RIS dgn persetujuan Parlemen (DPR) dan Senat RIS mengeluarkan Undang-Undang Darurat No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS. Berdasarkan Undang-Undang Darurat itu beberapa negara bagian menggabungkan ke RI sehingga pada tanggal 5 April 1950 yg tinggal hanya tiga negara bagian yaitu RI NST (Negara Sumatera Timur) dan NIT (Negara Indonesia Timur).

Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen dan Senat RIS mengesahkan Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia hasil panitia bersama.

Pada rapat gabungan Parlemen dan Senat RIS pada tanggal 15 Agustus 1950 Presiden RIS Soekarno membacakan piagam terbentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pada hari itu juga Presiden Soekarno kembali ke Yogya utk menerima kembali jabatan Presiden RI dari Pemangku Sementara Jabatan Presiden RI Mr. Asaat. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)

Maklumat Negara Islam Indonesia Aceh oleh Daud Beureueh
3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI Daud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia di bawah Imam SM Kartosoewirjo pada tanggal 20 September 1953.

Isi Maklumat NII di Aceh adalah: Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam.
Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat bangsa asing pemeluk bermatjam2 Agama pegawai negeri saudagar dan sebagainja:
1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama utk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa bekerdjalah dgn sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah membuka toko laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage merusakkan harta vitaal mentjulik merampok menjiarkan kabar bohong inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dgn hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yg beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk krn Islam memerintahkan utk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri. Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.
Negara Islam Indonesia
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373
Atjeh Darussalam
September 1953

Daud Beureueh Menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila
Bulan Desember 1962 7 bulan setelah Sekarmadji Maridjan Kartosuwirjo Imam NII tertangkap (4 Juni 1962) di atas Gunung Geber di daerah Majalaya oleh kesatuan-kesatuan Siliwangi dalam rangka Operasi Bratayudha Daud Beureueh di Aceh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila setelah dilakukan "Musyawarah Kerukunan Rakyat Aceh" atas prakarsa Panglima Kodam I/Iskandar Muda Kolonel M.Jasin. (30 Tahun Indonesia Merdeka 1950-1964 Sekretariat Negara RI 1986)

Hasan Di Tiro Mendeklarasi Negara Aceh Sumatera
14 tahun kemudian setelah Daud Beureueh menyerah kepada Penguasa Daulah Pancasila Hasan Muhammad di Tiro pada tanggal 4 Desember 1976 mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra. Bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra itu adalah:".
“ "Kepada rakyat di seluruh dunia:
Kami rakyat Aceh Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami dgn ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa.
Atas nama rakyat Aceh Sumatra yg berdaulat.
Tengku Hasan Muhammad di Tiro.
Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra
4 Desember 1976" ”
“ "To the people of the world:
We the people of Acheh Sumatra exercising our right of self-determination and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java.
In the name of sovereign people of Acheh Sumatra. Tengku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh Sumatra December 4 1976 ”

Akhir Konflik di Aceh - Operasi militer Indonesia di Aceh
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir berhasil mencapai kesepakatan damai utk mengakhiri konflik berkepanjangan tersebut.

Pada 26 Desember 2004 sebuah gempa bumi besar menyebabkan tsunami yg melanda sebagian besar pesisir barat Aceh termasuk Banda Aceh dan menyebabkan kematian ratusan ribu jiwa.

Di samping itu telah muncul aspirasi dari beberapa wilayah NAD khusus di bagian barat selatan dan pedalaman utk memisahkan diri dari NAD dan membentuk 2 provinsi baru yg disebut Aceh Leuser Antara yg terdiri dari Aceh Tengah Bener Meriah Gayo Lues Aceh Tenggara dan Aceh Singkil serta Aceh Barat Selatan atau ABAS yg terdiri dari Nagan Raya Aceh Barat Daya Aceh Selatan Simeulue Aceh Barat dan Aceh Jaya.

4 Desember 2005 diadakan Deklarasi bersama di Gelora Bung Karno Jakarta yg dihadiri ratusan orang dan 11 bupati yg ingin dimekarkan wilayah dan dilanjutkan dgn unjukrasa yg menuntut lepas 11 kabupaten tadi dari Nanggroe Aceh Darussalam.
Pada 15 Agustus 2005 GAM dan pemerintah Indonesia akhir menandatangani persetujuan damai sehingga mengakhiri konflik antara kedua pihak yg telah berlangsung selama hampir 30 tahun.
....................readmore

Pengikut